Penyebab Anak Tantrum dan Cara Tepat Menghadapinya
Tantrum adalah cara anak mengekspresikan emosinya dengan menunjukkan perilaku agresif, seperti menangis, berteriak, memukul, melemp...

Tantrum adalah cara anak mengekspresikan emosinya dengan menunjukkan perilaku agresif, seperti menangis, berteriak, memukul, melempar barang, menahan napas, mendorong orang atau benda, sampai menggigit. Penyebab utama dari tantrum adalah karena anak belum bisa menjelaskan apa yang mereka inginkan, rasakan, atau butuhkan dengan kata-kata.
Mengatasi tantrum pada anak memang tidak mudah, ya, Bu. Selain butuh kesabaran ekstra, diperlukan waktu dan perhatian lebih agar Ibu dan Ayah dapat mencermati berbagai kemungkinan penyebabnya.
Yuk, cari tahu bersama penyebab tantrum pada anak agar Ibu dan Ayah dapat mencari cara untuk menenangkan si Kecil.
Apakah Tantrum itu Normal?
Tantrum adalah fase normal dan umum dalam tumbuh kembang anak usia dini. Perilaku ini umum ditemui pada anak berusia 1 hingga 5 tahun.
Umumnya, tantrum akan terjadi pada tahun kedua kehidupan anak, saat keterampilan berbahasanya mulai berkembang tapi ia masih kesulitan untuk memahami emosinya atau apa apa yang ia rasakan.
Tantrum biasanya hanya terjadi sesekali. Waktunya bisa kapan saja, termasuk di malam hari. Pada anak usia 2-5 tahun, tantrum biasanya berlangsung selama 30 detik hingga 1 menit.
Namun, Ibu tidak perlu khawatir akan hal ini. Karena bertambahnya usia si Kecil, tantrum cenderung berkurang seiring kemampuan berbahasa anak yang semakin meningkat.
Selain itu, anak juga akan pelan-pelan belajar untuk mulai mengendalikan emosinya dengan lebih baik sebagai pertanda perkembangan sosial emosional-nya sudah semakin matang.
Baca Juga: Anak 3 Tahun Harus Sudah Bisa Apa Secara Sosio-Emosional?
Apa Penyebab Anak Tantrum?
Tantrum terjadi karena anak merasa frustrasi karena ia belum bisa mengomunikasikan kebutuhan dan perasaannya dengan kata-kata.
Tantrum adalah salah satu cara anak kecil untuk mengekspresikan dan mencoba memahami apa yang terjadi pada dirinya atau pada lingkungan sekitarnya.
Umumnya tantrum terjadi ketika anak merasa lapar, lelah, atau tidak nyaman. Misalnya, si Kecil tiba-tiba menjadi rewel dan marah karena terlalu lama ikut Ibu belanja di supermarket yang ramai, atau Ibu sedang tidak memperhatikannya saat bermain.
Selain itu, ada pula beberapa kondisi yang dapat memicu anak Ibu menjadi tantrum, yaitu:
1. Anak Belum Bisa Mengutarakan Apa yang Dirasakan
Kemampuan berbahasa anak di bawah usia 3 tahun baru mencapai 75%, sehingga tidak heran jika ia mengekspresikan ketidaknyamanannya dengan tangisan. Ini adalah cara si Kecil memberi tahu ke orang di sekitarnya, seolah “Tolong, aku sedang merasa tidak nyaman dengan tubuhku.”
Cek dengan saksama apakah ada hal yang dapat membuat si Kecil tiba-tiba terbangun, seperti gigitan nyamuk, suhu pendingin ruangan, maupun popok si Kecil. Sebab, ketiganya bisa membuat anak merasa tidak nyaman dan tenang, Bu.
2. Kurangnya Waktu Tidur
Tahukah Ibu? Waktu tidur kurang ternyata dapat membuat anak berisiko tantrum. Balita kurang dari 1 tahun membutuhkan waktu tidur 14-17 jam tidur, termasuk tidur siang.
Balita usia 1-2 tahun membutuhkan waktu tidur 11-14 jam. Sementara itu, balita usia 3-4 tahun membutuhkan waktu tidur 10-13 jam.
3. Durasi Screen Time yang Tidak Sesuai Usianya
Durasi screen time yang berlebihan dapat membuat anak lebih berisiko tantrum menjelang waktu tidur. Anak di usia 1-4 tahun sebaiknya tidak menggunakan gawai lebih dari 1 jam. Makin singkat durasinya akan lebih baik.
4. Gangguan Cemas
Tak hanya orang dewasa, balita juga bisa mengalami kecemasan. Beberapa di antaranya bisa saja mengalami kecemasan akibat stres atau trauma.
Kondisi ini biasanya ditandai dengan sulit tidur atau terbangun di tengah malam akibat night terror (gangguan tidur), hingga sering mengamuk. Jika si Kecil menunjukkan tanda ini, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter ya, Bu.
5. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan perilaku yang membuat anak sulit fokus dan konsentrasi. Beberapa gejala ADHD yang paling umum terlihat di antaranya adalah anak menjadi hiperaktif, impulsif, dan kurangnya perhatian.
Seorang anak dengan ADHD akan sering merasa frustrasi saat menghadapi situasi yang memicu gejala kondisinya. Hal inilah yang dapat menyebabkan tantrum.
6. Autisme
Gangguan spektrum autisme juga bisa menjadi penyebab anak tantrum. Autisme adalah kelainan perkembangan saraf yang memengaruhi perilaku dan komunikasi anak. Akibatnya, saat mereka mengalami overstimulation (stimulasi berlebih) atau tidak dapat mengomunikasikan hal yang diinginkan, ia akan bereaksi dengan rasa kesal, marah, dan frustrasi.
7. Gangguan Mood
Beberapa anak balita ada yang lebih berisiko mengalami disruptive mood dysregulation disorder (DMDD) atau gangguan mood sehingga sangat rentan mengalami tantrum.
Bagaimana Cara Mengatasi Anak Tantrum?
Menghadapi anak tantrum memang perlu kesabaran ekstra, Bu. Namun, bila dibiarkan terus-menerus bisa menjadi kebiasaan yang buruk dan memengaruhi tumbuh kembangnya di kemudian hari. Nah, berikut adalah beberapa cara mengatasi anak tantrum yang bisa Ibu lakukan.
1. Tenangkan Diri Sendiri Dulu
Penting untuk menenangkan diri terlebih dahulu sebelum menenangkan anak yang tantrum. Sikap yang tenang akan membuat tantrum pada anak lebih mudah untuk diatasi. Ibu bisa menarik napas dalam-dalam dan tetap berusaha tenang sebagai salah satu cara mengatasi anak tantrum.
Tak ada salahnya untuk menarik napas panjang beberapa kali dan hembuskan perlahan. Setelah itu, cobalah minum air hangat. Selanjutnya, pikirkan langkah apa yang akan dilakukan.
Ibu yang langsung panik atau cemas saat anak tantrum bisa membuat Ibu tidak bisa berpikir jernih untuk menghadapi perilaku si Kecil.
2. Bawa Anak ke Tempat Sepi
Jika anak tantrum di tempat umum, ada baiknya Ibu segera membawa si Kecil menjauh dari keramaian. Kemudian, carilah tempat yang lebih sepi di sekitar agar anak bisa meluapkan kemarahannya.
Di saat ini, hindari terbawa emosi atau mengiyakan tuntutan anak yang tidak wajar saat ia tantrum, ya, Bu. Katakan, “Iya” hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik dan keamanan si Kecil.
3. Metode Time Out
Jika tantrum terjadi di rumah, Ayah dan Ibu bisa meninggalkan si Kecil sejenak di kamar sampai ia berhenti tantrum. Cara ini disebut juga dengan metode time out.
Time out di sini maksudnya bukan untuk menghukum dengan cara mengurung atau mengasingkan anak, ya, Bu. Time out lebih ke memberikan waktu anak menyendiri untuk menenangkan diri.
Jadi, time out sebetulnya tidak harus dilakukan di kamar yang tertutup, kok. Ibu bisa mendudukkan anak sendirian di pojok ruangan atau di sofa ruang tamu. Namun, pastikan anak berada di tempat yang aman, tidak ada benda yang dapat melukainya, dan masih dalam jangkauan Ibu untuk diawasi diam-diam.
Selama waktu ini, anak tidak boleh ditemani, tidak boleh bicara dan interaksi dengan siapa pun, dan tidak boleh mendapatkan perhatian dari siapa pun yang ada di rumah, apalagi bermain atau menonton sesuatu yang justru membuatnya senang.
Dengan begitu, anak bisa belajar menenangkan diri untuk meluapkan emosi negatifnya dengan cara yang lebih sehat, juga belajar untuk memahami bahwa perbuatan yang salah pasti akan memiliki konsekuensi.
Karena anak harus benar-benar sendirian tanpa perhatian, ia akan cepat merasa bosan dan kesepian. Ketika ia merasa bosan, akan terciptalah efek jera sehingga tantrumnya juga perlahan mereda sendiri. Sebab, anak-anak tidak suka merasa bosan atau diabaikan.
4. Biarkan Anak Meluapkan Kemarahannya
Kadang-kadang, anak tantrum hanya perlu melampiaskan kemarahannya agar merasa lega. Untuk itu, Ibu dan Ayah bisa membiarkan anak melampiaskan emosi dan menjauhkannya dari benda-benda berbahaya atau tindakan yang bisa menyakiti dirinya.
Kemudian, Ibu dapat menunggunya sampai selesai untuk mengajaknya bicara lembut. Ini bisa menjadi terapi anak tantrum yang patut dilakukan.
5. Alihkan Perhatian Anak
Anak kecil sangat mudah melupakan sesuatu dan tertarik pada hal baru. Nah, Ibu bisa memanfaatkan hal ini untuk mengalihkan perhatiannya saat tantrum.
Ada banyak cara untuk membuat si Kecil melupakan tantrumnya. Misalnya, ajak ia ke ruangan lain, atau tawarkan mainan kesayangannya. Ajak anak menyanyi, atau melakukan aktivitas favoritnya yang lain.
Ibu juga bisa mengajaknya memilih sesuatu saat sedang anak sedang tantrum supaya ia lupa dan merasa memiliki kontrol. Misalnya, saat si Kecil tidak bisa mendapatkan mainan yang diinginkannya di supermarket, Ibu bisa mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan es krim, atau camilan favoritnya, ketika anak marah, berteriak, atau terlihat rewel.
6. Berikan Pelukan
Memberikan pelukan merupakan cara mengatasi tantrum pada anak yang juga bisa dicoba. Pelukan dapat meredakan amarah yang tengah meluap dalam diri si Kecil.
Namun ingat ya, Bu. Pelukan yang dimaksud adalah pelukan yang erat, bukan peluk canda yang banyak menggunakan kata-kata.
Selanjutnya, peluk anak Ibu dengan erat dalam diam. Tidak perlu menyampaikan kata-kata apa pun. Pelukan yang Ibu berikan akan memberikan rasa aman dan nyaman pada anak. Beri tahu mereka bahwa Ibu tetap menyayanginya sekali pun tidak setuju dengan tindakan yang dilakukannya.
7. Hindari Hukuman Fisik
Ketika menangani anak tantrum, Ibu tidak disarankan untuk melakukan hukuman fisik1. Hal ini sebaiknya disepakati juga dengan Ayah
Hukuman fisik hanya akan meningkatkan perilaku tantrum, baik dari tingkat keparahan maupun durasinya. Selain itu, hukuman fisik sama saja mengajarkan anak bahwa ketika marah dan frustasi, mereka boleh melakukan kekerasan, seperti memukul dan mencubit.
Baca Juga: Cara Tepat Menghadapi Anak Moody yang Perlu Ibu Ketahui
Tips Mencegah Tantrum pada Anak
Ada banyak cara yang dapat orang tua lakukan untuk mendorong perilaku yang baik dan mencegah tantrum berkelanjutan. Caranya antara lain:
1. Berkomunikasi dengan Baik
Usahakan tidak berteriak dan berdebat di depan anak saat ia tantrum. Selain itu, sempatkan bertanya tentang perasaan mereka setiap harinya. Memvalidasi perasaan anak akan membuatnya merasa nyaman dan dianggap penting.
2. Dengarkan Pendapat dan Perasaannya
Hindari terlalu sering melarang anak, kecuali untuk urusan yang menyangkut kesehatan dan keselamatannya. Selain itu, berikan perhatian positif, misalnya membacakan buku, bermain bersama, dan melibatkan ia dalam kegiatan rutin di rumah, seperti memasak, bersih-bersih, dan berkebun.
3. Konsultasi ke Pakar
Meski tantrum pada anak dikategorikan sebagai bagian dari perilaku yang normal1, Ibu dan Ayah jangan ragu berkonsultasi ke dokter atau psikolog apabila anak menunjukkan ciri tantrum yang tidak biasa, juga apabila tantrum pada anak tidak bisa dikendalikan dengan cara-cara di atas.
4. Mencukupi Kebutuhan Fisik Anak
Mencukupi kebutuhan tidur dan pola makan teratur si Kecil juga dapat mengurangi dan mencegah risiko tantrum pada anak. Ibu dapat menyediakan makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral dalam menu makan harian si Kecil.
Tak lupa, lengkapi kebutuhan gizi dan nutrisi si Kecil dengan susu Bebelac 3 yang mengandung FOS: GOS, minyak ikan dengan kandungan Omega-3 dan Omega-6, serta 13 vitamin dan 9 mineral.
Memberikan asupan kaya nutrisi setiap harinya bisa buat pencernaan si Kecil terjaga (happy tummy), sehingga mood-nya akan lebih baik (happy heart), dan bisa berpikir optimal agar bisa mengungkapkan emosinya dan meminimalisir terjadinya tantrum.
Baca Juga: Cara Disiplinkan Anak Tanpa Marah-Marah Lewat Metode Time Out
Nah, Bu, itulah tadi beberapa penyebab anak tantrum dan cara mengatasinya yang bisa Ibu lakukan.
Apabila tantrum pada anak tampak terlalu sering, atau membuatnya menyakiti dirinya atau orang lain, pastikan Ibu berkonsultasi dengan dokter spesialis anak guna mendiskusikan perilaku tersebut dan cara tepat menghadapinya.
Jangan lupa gabung di Bebeclub sebagai partner Ibu Hebat untuk Tumbuhkan Anak Hebat, ya. Yuk, daftar sekarang!
Referensi
-
Laura L. Sisterhen; Paulette Ann W. Wy. (update terakhir Juli 2021) Temper Tantrums. Diambil dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov (Diakses 6 Oktober 2021)
-
Sean D Boyden, Martha Pott, and Philip T Starks (2018). An Evolutionary Perspective on Night Terrors. Diambil dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov (Diakses 6 Oktober 2021)
-
Sevan S. Misirliyan; Annie P. Huynh. (update terakhir Juli 2021). Development Milestones. Diambil dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov (Diakes 6 Oktober 2021)
-
Ngoc L. Van Horn; Megan Street. (update terakhir Juli 2021). Night Terrors. Diambil dari: .https://www.ncbi.nlm.nih.gov (Diakes 7 Oktober 2021)
-
World Health Organization (2019). Guidelines on Physical Activity, Sedentary Behaviour and Sleep for Children under 5 Years of Age. Diambil dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov (Diakses 7 Oktober 2021)
-
J B. Banks; Audra S. Rouster; J Chee. (update terakhir Juli, 2021).Colic. Diambil dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov (Diakses 12 Oktober 2021)
-
Agus Firmasyah (2015). Kolik pada Bayi (bagian 1). Diambil dari: https://www.idai.or.id/artikel (Diakses 13 Oktober 2021)
-
Parents. https://www.parents.com/toddlers-preschoolers/discipline/tantrum/a-parents-guide-to-temper-tantrums/. Diakses pada 25 Januari 2023.
-
Kids Health. https://kidshealth.org/en/parents/tantrums.html. Diakses pada 25 Januari 2023.
-
Very Well Family. https://www.verywellfamily.com/the-most-common-reasons-behind-your-toddlers-tantrums-5191029. Diakses pada 25 Januari 2023.
-
Trott, M., Driscoll, R., Irlado, E., & Pardhan, S. (2022). Changes and correlates of screen time in adults and children during the COVID-19 pandemic: A systematic review and meta-analysis. EClinicalMedicine, 48, 101452. https://doi.org/10.1016/j.eclinm.2022.101452
-
Medical News Today. https://www.medicalnewstoday.com/articles/267366. Diakses pada 26 Januari 2023.