7 Cara Optimalkan Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini Lewat Kegiatan Seru
Apakah Ibu sering melihat si Kecil tak mau berbagi mainan dengan temannya? Atau selalu ingin menyendiri dan tak ingin berbaur dengan tem...
Ditulis oleh :
Tim Penulis
Apakah Ibu sering melihat si Kecil tak mau berbagi mainan dengan temannya? Atau selalu ingin menyendiri dan tak ingin berbaur dengan teman-teman sebayanya? Keduanya bisa jadi tanda si Kecil membutuhkan stimulasi untuk perkembangan sosial emosionalnya.
Perkembangan sosial emosional anak perlu dikembangkan sejak dini. Karena jika keterampilan ini terhambat, si Kecil akan mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan orang-orang di lingkungan nyata dalam kehidupannya. Itu sebabnya, Ibu perlu tahu cara mengembangkan sosial emosional anak sejak usia dini. Memangnya, apa sih, kemampuan sosial emosional itu?
Apa itu Keterampilan Sosial Emosional?
Keterampilan sosial dan emosional mengacu pada proses anak belajar beradaptasi untuk mengatur pikiran, emosi, dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan ini penting agar si Kecil bisa menempatkan diri dengan baik sesuai situasi dan kondisi, serta untuk berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.
Keterampilan sosio-emosional membantu kita menghadapi konflik dengan sehat, memecahkan masalah secara efektif, membentuk disiplin diri, membangun kontrol impuls dan manajemen emosi, merasakan empati, serta banyak lagi.
Cara Mengoptimalkan Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini
Bukan hanya orang dewasa saja, lho Bu, yang bisa mendapatkan manfaat dari interaksi sosial! Interaksi sosial juga sangat penting bagi anak, terutama jika mereka sudah mau masuk sekolah.
Karena dengan berada di sekitar teman sebayanya, si Kecil akan banyak belajar bersosialisasi dan memiliki pengalaman-pengalaman baru sehingga ia bisa bertumbuh menjadi anak yang luwes dan mudah bergaul.
Anak-anak yang keterampilan sosial-emosionalnya kuat cenderung lebih mampu mengatasi tantangan sehari-hari dan tampil lebih unggul secara akademis, profesional, dan dalam kehidupan sosial mereka.
Tapi, Ibu tak perlu khawatir berlebihan jika si Kecil bukan termasuk anak yang luwes dan mudah bergaul. Ada banyak contoh kegiatan untuk mengembangkan keterampilan sosial emosional anak TK yang bisa Ibu jadikan inspirasi. Penasaran apa saja?
1. Roleplay dengan Teman Sebaya
Bermain merupakan proses interaksi, baik dengan temannya maupun alat-alat yang digunakan untuk bermain. Ketika bermain, si Kecil mungkin akan mengalami konflik dengan temannya. Ia mungkin akan mengalami rasa takut, malu, khawatir, atau marah saat bermain.
Tapi, ini semua merupakan bagian dari tahap perkembangan kemampuan sosial emosional yang harus dihadapi. Jadi, sering-seringlah mengajak si Kecil bermain, terutama bermain yang melibatkan interaksi dengan teman sebayanya.
Nah, roleplay atau bermain peran bisa menjadi contoh kegiatan untuk mengasah sosial emosional anak usia prasekolah.
Untuk memulai roleplay, si Kecil dan teman-temannya awalnya mungkin memerlukan bimbingan Ibu melalui narasi. Anak-anak akan senang memerankan apa yang mereka ketahui, seperti memasak dan belanja ke pasar.
Namun setelah beberapa saat, anak-anak akan mulai bisa mengembangkan skenario imajinatif yang memungkinkan mereka untuk melatih keterampilan sosial-emosional mereka. Jadi, mereka juga akan bisa mengeksplor skenario yang tidak umum seperti bermain peran polisi dan perampok.
Selama bermain, anak-anak dapat menempatkan diri mereka pada posisi karakter dan lebih mudah memahami emosi, pikiran, dan motif setiap karakter dalam adegan tersebut.
Ini adalah cara yang bagus bagi anak-anak untuk bereksperimen dan belajar mengenai aturan dan cara berperilaku di dalam masyarakat.
2. Bermain Boneka
Mirip dengan permainan peran, bermain boneka juga bisa menjadi salah satu contoh untuk mengembangkan keterampilan sosial dan emosional anak yang akan masuk TK, lho!
Dengan bantuan boneka, Ibu bisa memeragakan situasi atau skenario tertentu untuk membantu anak memahami dan mengeksplorasi emosi.
Boneka juga dapat IbuBunda gunakan untuk membantu anak-anak memahami dan menyelesaikan konflik dengan sehat. Jadi, contohnya, Ibu bisa memfasilitasi diskusi yang mendukung pemecahan masalah lewat maskot boneka itu.
Buatlah suara animatif yang mewakili si boneka, kemudian minta anak dan teman-temannya untuk berbagi perspektif mereka mengenai suatu situasi atau kejadian dengan menggunakan petunjuk berikut:
Ceritakan tentang apa yang terjadi.
Katakan padaku bagaimana perasaanmu?
Bagaimana perasaan temanmu tentang apa yang terjadi?
Apa yang bisa kita lakukan untuk membuat kondisinya jadi lebih baik?
Kehadiran boneka mungkin memiliki pengaruh yang menenangkan selama penyelesaian konflik, karena tidak terlalu mengancam daripada sosok orang dewasa.
Oleh karena itu, boneka bisa sangat membantu anak-anak mengembangkan keterampilan sosial emosionalnya tanpa rasa malu.
3. Doodling (Corat-Coret di Kertas)
Anak-anak di usia ini pasti suka menggambar dan corat-coret, kan, Bu? Nah, menggambar pola sederhana atau doodling bisa menjadi sarana untuk anak mengenali dan memahami emosi mereka.
Terlebih karena di usia ini, anak-anak akan mengalami begitu banyak emosi baru yang mungkin belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Doodling penting untuk membantu anak-anak memproses emosi yang mereka alami.
Selain itu, doodling juga dapat membantu menumbuhkan self–awareness pada anak. Apa maksudnya, ya?
Self-awareness membantu anak-anak berpikir lebih dahulu tentang tindakan dan perilaku mereka, juga membantu berempati dan mempertimbangkan apa yang dialami orang lain dari.
Dengan menggambar, anak-anak bisa melatih mengenali emosi serta perasaan mereka, mengelola emosi secara bertanggung jawab, dan memahami kebutuhan mereka sendiri.9
Kesadaran diri memang adalah konsep yang sulit bagi anak-anak di usia prasekolah ini. Namun, penting untuk Ibu bantu si Kecil mengasahnya sejak usia dini.
4. Ajarkan Berbagi
Di usia dini, wajar jika si Kecil masih sulit berbagi mainan dengan teman atau saudaranya. Tapi, bukan berarti Ibu bisa terus-menerus memberikan toleransi.
Salah satu perkembangan kemampuan sosial anak dapat dilihat dari seberapa mampu ia mengendalikan sifat egoisnya. Ketika si Kecil sudah bisa berbagi mainannya dengan rela, tidak menangis ketika diminta berbagi, itu berarti ia telah memiliki kemampuan sosial emosional yang baik.
Lalu, bagaimana cara mengajarkan si Kecil untuk berbagi? Saat bermain, misalnya, Ibu bisa mendorong si Kecil untuk memainkan mainannya bersama-sama dengan temannya.
Ibu juga bisa mengajak si Kecil untuk mengumpulkan pakaian atau mainan yang sudah tidak dipakai untuk disumbangkan kepada anak-anak yang lebih membutuhkan. Jangan lupa, berikan pujian ketika ia mulai menunjukkan kemampuan untuk berbagi.
Baca Juga: 9 Rekomendasi Mainan Montessori untuk Anak 1 Tahun
5. Membacakan Dongeng
Bercerita, membacakan buku, atau mendongeng juga bisa jadi cara mengembangkan sosial emosional anak usia dini.
Studi klinis mendukung para orang tua untuk menerapkan program membacakan buku dengan suara jelas dan bermain sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan sosial-emosional anak untuk hasil jangka panjang.
Tentu saja cerita yang dipilih haruslah yang mengandung nilai-nilai positif untuk dijadikan contoh dalam kehidupan nyata si Kecil. Selama membaca, ajak si Kecil untuk ikut berdiskusi secara aktif terkait kondisi emosi dan kejadian yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam cerita itu.
Misalnya ketika menceritakan dongeng The Ugly Duckling, Ibu bisa pancing si Kecil mengeluarkan pendapatnya dengan bertanya “Menurut Adik, meledek teman dengan kata-kata jelek itu baik atau buruk? Kalau Adik yang diledek jelek, apa yang Adik rasakan?”
Dari diskusi ini, ibu bisa berikan pemahaman terkait emosi, perilaku yang boleh dan tidak boleh, sampai konsekuensi terhadap perilaku yang dilakukan tanpa harus mendikte atau menceramahi si Kecil. Lewat kebiasaan bercerita, lama-kelamaan si Kecil akan mengerti dan menjadikan nilai positif tersebut sebagai bagian dari dirinya.
Nah, ingin dapatkan lebih banyak inspirasi cerita kebaikan lainnya untuk didongengkan pada si Kecil? Yuk, kunjungi BebeStory!
6. Jadilah Contoh Buat Si Kecil
Ibu pasti tahu kalau anak-anak merupakan peniru ulung. Apapun yang dilihat, terutama dari orang tua dan orang-orang di sekitarnya, akan ditiru olehnya.
Beberapa sikap baik dapat Ibu tunjukkan lewat perilaku sehari-hari untuk membantu mengembangkan kemampuan sosial si Kecil.
Mulailah dari hal-hal yang sederhana, seperti menyapa tetangga ketika berpapasan, berkomunikasi yang baik dengan setiap orang termasuk asisten rumah tangga, tidak mudah emosi saat menghadapi situasi yang sulit, dan masih banyak lagi.
7. Perkenalkan Si Kecil dengan Pengalaman Baru
Bagi si Kecil, melakukan kebaikan adalah suatu proses yang perlu dilatih dari tindakan yang nyata, tidak dapat langsung terjadi begitu saja. Maka, si Kecil juga butuh stimulasi dalam hal emosi, kognitif (kemampuan berpikir), dan juga kesempatan untuk mempraktikkan kebaikan.
Jadi, kenalkanlah dirinya dengan berbagai pengalaman baru untuk membantunya belajar beradaptasi.
Tidak sulit, kok, memperkenalkan si Kecil dengan pengalaman baru. Tak harus pergi jauh ke luar negeri atau tempat-tempat baru yang belum pernah ia datangi. Ibu bisa mengajaknya pergi jalan-jalan ke taman untuk memperhatikan orang-orang di sekitar.
Misalnya ketika melihat ada anak kecil yang menangis, Ibu bisa bertanya pada si Kecil, “Wah, ada yang lagi nangis di sana, nak. Kasihan, ya.. Kira-kira dia kenapa? Coba kita dekati dan tanya ada apa yuk! Siapa tau Adik bisa bantu membuatnya merasa lebih baik.”
Hal-hal sesederhana ini sudah cukup untuk memberinya pengalaman baru yang bisa mengembangkan kemampuan sosialnya. Selama menikmati pengalaman baru ini, si Kecil tentunya juga akan belajar bagaimana cara berinteraksi untuk membantu atau berbuat baik di lingkungan terdekatnya.
Baca Juga: Manfaat Memelihara Binatang untuk Stimulasi Perkembangan si Kecil
Itulah 7 contoh kegiatan untuk optimalkan perkembangan sosial emosional anak di usia dini yang bisa Ibu lakukan di rumah. Dalam perkembangannya dibutuhkan stimulasi dalam hal emosi, kognitif (kemampuan berpikir), dan juga kesempatan untuk mempraktikkannya.
Namun, tentu saja pendampingan nutrisi juga masih sangat penting di fase ini. Sebab, melanjutkan pemenuhan nutrisi adalah kebutuhan yang mutlak untuk mendukung si Kecil bisa terus tumbuh hebat, terutama begitu akan masuk usia taman kanak-kanak.