Apa itu Weight Faltering, Penyebab, Ciri, Solusi, & Pencegahan
Weight faltering (growth faltering) adalah kondisi pertambahan berat badan bayi yang di bawah standar atau stagnan selama 3 bulan berturut-turut.
Ditulis oleh :
Tim Penulis
Ditinjau oleh :
Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH
Sudah pernah dengar tentang masalah berat badan bayi bernama weight faltering, Bu? Kalau belum, yuk simak penjelasan selengkapnya di artikel ini supaya bisa mencegahnya!
Apa itu Weight Faltering?
Weight faltering (growth faltering) adalah kondisi pertambahan berat badan bayi setiap bulan di bawah standar atau berat badannya stagnan selama 3 bulan berturut-turut.
Dulunya, masalah berat badan ini disebut sebagai failure to thrive. Namun, istilah ini tidak lagi digunakan karena tidak sesuai.
Weight faltering dapat terjadi pada bayi, balita, dan anak-anak yang usianya sudah lebih besar. Akan tetapi kondisi ini biasanya lebih sering dimulai pada masa MPASI pertama di usia 6 bulan.
Ciri-Ciri Weight Faltering pada Bayi
Ciri utamanya adalah kenaikan berat badan yang di bawah rata-rata kurva pertumbuhan. Ciri-ciri lainnya adalah:
- Lingkar kepalanya lebih kecil dari teman sebaya.
- Panjang atau tinggi badan tidak bertambah.
- Menangis lebih sering dari yang seharusnya.
- Sering tertidur saat menyusu.
- Tidur lebih banyak daripada seharusnya.
- Tidak berinteraksi dengan orang sekitar sesuai dengan tahap perkembangan menurut usia.
Ciri-ciri ini mungkin akan sulit dilihat dengan mata telanjang. Jadi jika Ibu curiga BB si Kecil selalu stagnan atau tidak ada perubahan dalam 3 bulan, sebaiknya segera konsultasi ke dokter.
Ibu juga bisa bertanya langsung ke tim ahli BebeCare untuk menjawab kekhawatiran Ibu dalam mendampingi tumbuh kembang si Kecil.
Baca Juga: Panduan Berat Badan Bayi Normal Usia 0-12 Bulan
Penyebab Weight Faltering
Penyebab kondisi ini berbeda-beda, tergantung usia si Kecil. Berikut beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab masalah berat badan ini pada bayi:
1. Perlekatan yang Kurang Tepat
Bayi di bawah usia 6 bulan bergantung pada ASI untuk memenuhi kebutuhan kalori dan gizinya. Kekurangan ASI berkepanjangan dapat menyebabkan masalah pada kenaikan berat badannya.
Salah satu hal yang membuat bayi kekurangan ASI adalah posisi perlekatan dan cara menyusui yang kurang tepat.
Posisi mulut bayi yang melekat pas pada puting Ibu membantunya mengisap dan menelan ASI.
2. Produksi ASI Ibu Belum Lancar
Selain karena perlekatan yang kurang tepat, bayi yang kurang minum ASI juga bisa disebabkan oleh produksi ASI Ibu yang belum lancar.
Kurang lancarnya produksi ASI bisa dipengaruhi oleh faktor psikologis Ibu yang masih kurang percaya diri, stres, atau gelisah dalam menyusui.
Bisa juga disebabkan kondisi fisik Ibu yang kurang fit seperti kurang gizi, merokok, atau menggunakan alat KB hormonal.
Baca Juga: Penyebab Bayi Tidak Mau Menyusu dan Cara Ampuh Mengatasinya
3. Pemberian MPASI yang Kurang Tepat
Bayi yang sudah berusia 6 bulan memerlukan tambahan nutrisi dari makanan pendamping ASI (MPASI) supaya tumbuh kembangnya optimal.
Nah, pemberian MPASI dengan kandungan nutrisi, porsi, atau tekstur yang kurang tepat dalam jangka panjang dapat membuat si Kecil mengalami masalah berat badan.
4. Penyerapan Nutrisi Tidak Optimal
Weight faltering pada bayi bisa juga dipengaruhi oleh ketidakmampuan tubuh si Kecil dalam menyerap nutrisi dari ASI dan MPASI.
Biasanya hal ini disebabkan oleh kondisi kesehatan tertentu seperti alergi susu, intoleransi makanan, inflammatory bowel disease (penyakit radang usus), atau penyakit Celiac.
Untuk mengetahui kondisi kesehatan apa yang mungkin dimiliki si Kecil, Ibu perlu berkonsultasi langsung dengan dokter spesialis anak.
5. Metabolisme Tubuh Meningkat
Ada sejumlah kondisi kesehatan yang dapat membuat metabolisme tubuh si Kecil meningkat sehingga ia memerlukan lebih banyak asupan kalori agar dapat berfungsi.
Kenaikan metabolisme tubuh ini biasanya dipengaruhi oleh kondisi kesehatan yang cukup serius, seperti penyakit jantung bawaan, kelainan paru bawaan, hipertiroidisme, hingga ginjal.
Dampak Weight Faltering pada Anak
Kondisi ini harus segera ditangani agar tidak meningkatkan risiko bayi mengalami gagal tumbuh alias stunting. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini juga bisa menyebabkan:
1. Bayi Lebih Mudah Sakit
Asupan nutrisi yang kurang dalam jangka waktu panjang akan menyebabkan malnutrisi. Hal ini ternyata membuat respon imun tubuh si Kecil terganggu.
Dengan demikian, sistem imun tubuh bayi tidak segera bertindak ketika ada virus dan bakteri yang mencoba menginfeksi. Akibatnya, ia menjadi lebih mudah sakit.
2. Mengganggu Perkembangan Kognitif
Pada sebuah penelitian, bayi yang BB-nya stagnan dari usia 0 - 9 bulan riskan mengalami perkembangan otak secara negatif.
Saat dilakukan tes pada usia 8 tahun, hasilnya menunjukkan tingkat IQ (Intelligence Quotient) lebih rendah 2,71 poin daripada IQ rata-rata.
Hal tersebut tentu saja akan sangat memengaruhi prestasi belajar dan daya pikir kreatif si Kecil.
3. Meningkatkan Risiko Stunting
Apabila dibiarkan terus, BB bayi yang stagnan atau turun terus bisa berubah menjadi BB kurang (underweight) dan berlanjut menjadi wasting. Bila terjadi berkepanjangan, kondisi tersebut akan menjadi stunting.
Stunting yang tidak ditangani sebelum usia 2 tahun berisiko memengaruhi perkembangan kognitif dan psikomotor, aktivitas fisik, perilaku, kemampuan belajar, hingga gangguan emosional.
Baca Juga: 10 Cara Menaikkan Berat Badan Bayi yang Efektif
Cara Mengatasi Weight Faltering pada Bayi
Apabila si Kecil sedang mengalami masalah berat badan ini, Ibu perlu melakukan upaya berikut:
- Membawa si Kecil ke dokter anak untuk mencari penyebabnya.
- Mengunjungi ahli laktasi untuk bantu memperbaiki perlekatan menyusui.
- Membuat jadwal makan yang teratur.
- Membuat MPASI berkualitas yang mengandung nutrisi seimbang.
- Mengobati kondisi kesehatan penyebab gangguan berat badan ini.
- Beberapa bayi mungkin perlu di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang lebih optimal.
Cara Mencegah Weight Faltering pada Bayi
Ada beberapa hal yang dapat Ibu lakukan sebagai upaya pencegahan masalah berat badan ini, yakni:
1. Cek Perlekatan yang Tepat
Supaya asupan ASI si Kecil cukup, pastikan Ibu belajar posisi menyusui yang tepat. Berikut tanda bayi berada dalam posisi perlekatan yang tepat:
- Dagunya menyentuh payudara Ibu.
- Bibir bagian bawah bayi tertekuk keluar.
- Mulut bayi terbuka lebar. Jadi, sebagian besar areola bagian bawah masuk ke mulut si Kecil.
- Bayi menghisap dengan pelan dan berirama.
- Tidak terdengar bunyi berdecak.
- Pipi bayi terlihat menggembung.
- Terdengar suara menelan.
- Ibu tidak merasa nyeri.
2. Perbanyak Produksi ASI
Salah satu kunci kelancaran ASI eksklusif adalah suplai ASI yang sebanding dengan permintaan bayi.
Jadi, jagalah kesehatan dengan lebih banyak beristirahat dan selalu mengonsumsi makan bergizi seimbang.
Lengkapi juga dengan konsumsi ASI booster alami, seperti oatmeal, daun katuk, susu almond, salmon, bayam, dan ubi jalar.
Selain itu, Ibu perlu menjaga suasana hati agar tetap positif agar hormon oksitosin meningkat dan produksi ASI menjadi lebih lancar.
3. Pastikan Bayi Cukup ASI
Supaya pertumbuhan bayi optimal, Ibu perlu memastikan si Kecil mengonsumsi cukup ASI setiap kali menyusu. Apa tanda bayi cukup ASI? Berikut beberapa di antaranya:
- Menyusu 8-12 kali dalam sehari.
- Selama menyusu bayi menghisap secara teratur minimal 10 menit pada setiap payudara.
- Buang air kecil lebih dari 6 kali dalam sehari.
- Urin bayi berwarna jernih.
- BAB bayi lebih dari 4 kali dalam sehari. Volumenya paling tidak 1 sendok makan.
- Warna feses kekuningan dengan bintik-bintik putih (seedy milk).
- Berat badan bayi kembali ke berat lahir pada usia 10-14 hari.
4. Pastikan Tekstur MPASI Tepat
Berat badan bayi mulai usia 6 bulan ke atas juga sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas MPASI-nya.
Jadi selain memastikan menu MPASI 6 bulan bergizi lengkap dan seimbang, pahami juga seperti apa tekstur MPASI yang tepat dan seberapa banyak porsi idealnya.
Contohnya, MPASI pertama bayi 6 bulan teksturnya adalah puree (bubur kental halus) dengan porsi 2-3 sendok makan. Secara perlahan, porsi bisa Ibu tingkatkan menjadi setengah mangkuk 250 ml.
5. Melakukan Skrining Rutin
Untuk mencegah si Kecil tidak mengalami masalah ini, sangat penting untuk melakukan skrining tumbuh kembang secara rutin. Berikut jadwal yang direkomendasikan IDAI:
- Usia 0-12 bulan : 1 bulan sekali.
- Usia 12-24 bulan : 3 bulan sekali.
- Usia 24-72 bulan : 6 bulan sekali.
Ibu juga bisa terus monitor pertumbuhan BB dan TB bayi setiap bulannya apakah susah sesuai standar WHO dengan mengakses Grafik Pertumbuhan WHO di BebeJourney.
Semoga artikel ini bermanfaat, ya, Bu!