Pahami Perkembangan Emosi Anak Usia 1-5 Tahun

Tahukah Ibu bahwa di 3 tahun pertama usianya anak sedang mengalami masa golden age yang sangat penting untuk perkembangan otak? Men...

Ditulis oleh : Tim Penulis

5 min
29 Mar 2022


Tahukah Ibu bahwa di 3 tahun pertama usianya anak sedang mengalami masa golden age yang sangat penting untuk perkembangan otak? Menariknya lagi, pengalaman emosi dan sosial si Kecil ternyata berperan sangat besar dalam membentuk struktur otak. Itu sebabnya, penting bagi Ibu untuk mengenal tahap perkembangan emosi anak usia dini.

Perkembangan emosional anak di usia dini adalah pondasi untuk perilaku, kemampuan belajar, dan kesehatan si Kecil nantinya1 .

Seperti apa ya, perkembangan emosional anak di usia 1-3 tahun? Yuk, simak selengkapnya di sini!

Kenapa Penting Memahami Perkembangan Emosi Anak?

Perkembangan emosional berkaitan dengan kemampuan anak untuk memahami dan mengelola segala bentuk emosi yang ia rasakan dengan cara yang sehat. 

Keterampilan ini berbeda dengan kemampuan kognitif seperti mengenal huruf, membaca, ataupun berhitung. Meski demikian, tetap sama pentingnya ya, Bu. Karena, perkembangan sosial emosional lebih menyangkut kepada cara anak berperilaku baik, juga bagaimana ia bisa luwes bergaul dengan teman sebaya dan berinteraksi dengan orang dewasa

Jadi, anak akan bisa memiliki keterampilan sosial yang diperlukan untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang positif dengan orang lain. Selain itu, keterampilan mengendalikan emosi dan bersosialisasi yang baik juga bisa membantu anak tumbuh berbudi pekerti dan sukses dalam bidang akademik saat ia dewasa kelak. 

Pada anak yang sehat, perkembangan sosial emosional akan berlangsung sesuai dengan tahapan usianya. Adanya masalah atau hambatan pada perkembangan sosial emosional anak bisa menjadi salah satu tanda adanya gangguan psikososial yang perlu diteliti lebih lanjut. Misalnya, autisme atau gangguan atensi dan hiperaktif alias ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) yang dapat menghambat kemampuan anak berinteraksi dan belajar.

Itu sebabnya, peran orang tua tidak kalah penting untuk memantau perkembangan sosial emosional anak. Orang tua ikut berperan dalam mendukung perkembangannya dengan selalu ada di samping anak dan sensitif dalam memahami anak. Ini merupakan poin penting dalam membangun ikatan orang tua-anak yang merupakan salah satu dari konsep perkembangan sosial emosional anak.

Baca Juga: 7 Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini, Asah dari Sekarang!

Tahapan Perkembangan Emosional Anak Sesuai Usia

Semakin bertambahnya usia, kemampuan sosial dan emosional anak semakin bertambah, dan setiap anak memiliki tahapan yang berbeda. Inilah tahapan perkembangan emosional anak usia 1-5 tahun yang perlu Ibu ketahui:

1. Perkembangan Emosi Anak Usia 1 Tahun

Masuk usia satu tahun, salah satu perkembangan emosi anak yang mulai terlihat adalah sisi individualitasnya karena si Kecil sekarang sudah mengerti bahwa ia adalah individu yang unik. Berbeda dengan teman-teman atau saudaranya.

Akan tetapi, si Kecil juga bisa merasakan gelisah dan cemas karena kesepian ketika ia tidak melihat ayah dan Ibu di dekatnya saat ia bermain, juga saat ia merasa lelah, sakit, atau ketakutan. 

Jadi, Ayah dan Ibu sebisa mungkin selalu siap stand by di dekatnya, ya. Terutama karena di usia ini ia mulai lebih aktif menjelajah seisi rumah untuk menunjukkan kemandiriannya belajar berdiri dan berjalan sendiri. Dengan berada di dekatnya, Ibu bisa mengantisipasi risiko si Kecil jatuh atau cedera karena keseimbangan tubuhnya belum terlalu baik. 

Terus semangati si Kecil agar ia mau terus mengeksplorasi dunia sekitarnya dengan membuatnya merasa aman dan disayang, ya! Jangan lupa beri pengaman di tiap sudut meja di rumah dan jauhkan benda-benda berbahaya dari sekitarnya.

Nah, anak 1 tahun biasanya juga makin komunikatif, lho, Bu. Terbukti dengan kemampuannya yang sudah bisa meminta sesuatu dengan cara menunjuk, protes, atau cari perhatian. Jika permintaannya tidak dituruti, ia mungkin akan merengek atau menangis. Hal ini kadang dilakukan si Kecil untuk menguji konsistensi kita. Maka itu, tetapkanlah aturan dan batasan yang jelas, supaya ia mengerti tentang konsep konsekuensi dari sebab-akibat juga pentingnya berdisiplin.

Misalnya, ketika si Kecil ingin segera memakan biskuit favoritnya, pelan-pelan Ibu bisa mengambil biskuit tersebut untuk membuka bungkusnya terlebih dahulu. Lalu, katakan “Iya, kamu boleh kok makan biskuit ini, Nak. Tapi, dibuka dulu bungkusnya, ya, nanti kamu keselek kalau bungkusnya belum dibuka.”

2. Perkembangan Emosi Anak Usia 1,5 Tahun

Di usia ini, anak akan mulai menunjukkan perubahan perilaku yang bertolak belakang dalam waktu singkat.

Si Kecil bisa tiba-tiba menjadi sangat agresif, padahal mungkin lima menit sebelumnya ia tengah anteng bermain. Dari yang senang membantu, mendadak menunjukkan sikap keras kepala. Inilah cara mereka mengekspresikan perasaan dan belajar untuk mengendalikannya. 

Di usia ini pula anak biasanya mulai menunjukkan tanda-tanda tantrum. Meski rasanya membuat Ibu frustrasi, tantrum ternyata menjadi latihan bagi si Kecil untuk memahami emosinya sendiri dan bagaimana cara mengelolanya.

Jadi, bantulah si Kecil untuk menghadapi tantrumnya dengan mencontohkan bersikap tenang dan jangan ikut terpancing emosi. Saat si Kecil tantrum, ajaklah ia berbicara untuk membantunya memahami apa yang sedang ia rasakan. 

Tidur cukup, jadwal makan teratur, dan menghabiskan waktu hanya bersama anak bisa mengurangi tantrum. Sebaliknya, melakukan stimulasi sensorik berlebihan seperti belanja ke supermarket, bisa memicu anak untuk lebih tantrum3.

Baca Juga: Grow Them Great! Ini Tips Tumbuhkan Empati pada Si Kecil

3. Perkembangan Emosi Anak Usia 2 Tahun

Menginjak usia dua tahun, tantangan Ibu mungkin akan semakin bertambah. Mungkin Ibu menyadari, si Kecil mulai tidak patuh dan sering berkata “tidak”. Ingat, jangan emosi ya, Bu. Ajaklah si Kecil ngobrol untuk mencoba mengerti apa perasaannya dan apa yang ia pikirkan. Kenapa ia tidak mau nurut apa kata Ibu?

Respons saja sikap negatif ini dengan tanggapan positif, seperti memberikan kata-kata yang menenangkan. 

Ini merupakan sebuah ‘penghargaan’ di mata anak6. Setelahnya, Ibu bisa ajak si Kecil bicara dan tanyakan alasan mengapa ia berperilaku kurang baik. 

4. Perkembangan Emosi Anak Usia 3 Tahun

Anak usia tiga tahun biasanya semakin senang bermain dengan teman sebaya, serta makin merasa nyaman dengan dirinya sendiri, Bu. 

Anak Ibu mungkin sudah bisa menggunakan ekspresi sederhana seperti "Aku marah!", "Aku sedih!" atau "Aku senang!" untuk memberi tahu Ibu apa yang mereka rasakan. Ia pun akan tertawa saat menemukan sesuatu yang lucu, atau menangis saat ada yang membuatnya sedih atau marah. 

Bila ingin sesuatu, ia harus segera memenuhinya saat itu juga, walaupun harus bersikap agresif kepada orang lain, seperti merengek atau menangis meraung. Atau saat si Kecil sedang bermain bersama temannya, ia bisa tiba-tiba merebut mainan atau merampas mainannya.

Hal ini sesungguhnya masih wajar, kok, Bu, karena pada usia ini kontrol anak belum berkembang dengan baik. 

Baca Juga: Perkembangan Emosi Anak Usia 42-44 Bulan

5. Perkembangan Emosi Anak Usia 4 Tahun

Anak usia empat tahun biasanya sudah bisa membuat candaan yang membuat orang tua dan anggota keluarga lainnya tertawa. Mereka juga sudah bisa menertawakan hal-hal yang menurut mereka lucu. 

Di usia ini, rasa empati anak Ibu mulai muncul sehingga membuat mereka lebih perhatian terhadap teman-teman sebayanya. Mereka mulai menyadari bahwa orang lain juga memiliki perasaan. 

Contohnya, ketika teman sepermainannya sedang merasa sedih atau terluka, si Kecil akan ikut bersedih dan berusaha menunjukkan perhatian dengan cara menenangkannya. Tak jarang si Kecil mungkin akan menunjukkan rasa sayangnya dengan memeluk atau mencium temannya yang sedang sedih. 

Selain itu, contoh perkembangan anak usia 4 tahun berikutnya adalah si Kecil sudah mulai bisa menunjukkan hal-hal yang ia suka dan hal-hal apa saja yang membuatnya tidak senang.

Di sisi lain, anak Ibu mungkin mulai menggunakan pukulan, gigitan, ataupun dorongan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah atau konflik dengan teman sebayanya dan orang lain. Ini karena mereka belum dapat memahami bagaimana caranya menyelesaikan konflik.

6. Perkembangan Emosi Anak Usia 5 Tahun

Usia lima tahun adalah masa prasekolah sebelum ia memasuki bangku sekolah. Di usia ini, anak Ibu akan mengalami fase perkembangan emosi yang drastis. Ia jadi jauh lebih baik dalam mengatur emosi, serta mampu berbicara tentang perasaan mereka dengan mudah. 

Itu karena pada usia ini, kontrol anak sudah mulai berkembang dengan baik. Alhasil, mereka mungkin akan mulai belajar sabar menunggu giliran saat bermain. Ia juga mungkin akan sering bertanya kepada Ibu dan Ayah terlebih dahulu sebelum mengambil sesuatu yang bukan miliknya. 

Namun, ketika ada sesuatu yang memicu anak Ibu marah, ia mungkin cenderung mengungkapkan kemarahannya dengan kata-kata daripada melakukan melakukan tindakan fisik atau berbuat ulah. Di momen ini, anak Ibu mungkin akan kedapatan menggunakan kata-kata kasar dan menyebut nama saat sedang marah atau kesal. 

Menginjak usia lima tahun, Ibu juga mulai perlu membantu kesiapan si Kecil untuk bersekolah dengan mengembangkan kemampuan emosional, serta menumbuhkan motivasi belajar, dan kemampuan intelektualnya. 

Tetap ajarkan ia untuk bersabar menunggu giliran, tekankan pentingnya menaati aturan, dan ajaklah si Kecil untuk memahami pendapat orang lain sehingga sikap agresifnya bisa perlahan-lahan berkurang.

Baca Juga: Contoh Permainan untuk Melatih Sosial Emosional Anak Usia Dini

Cara Mendukung Perkembangan Emosional Anak

Setiap anak tumbuh dalam kecepatan yang berbeda-beda, Bu, sebetulnya ini termasuk normal. Namun, Ibu bisa memberikan si Kecil berbagai stimulasi yang dapat mendukung perkembangan anak usia balita sisi sosial dan emosionalnya. Berikut penjelasannya. 

1. Ajak Anak Menggambar Ekspresi Wajah

Di usia ini, anak Ibu sudah mulai bisa menunjukkan berbagai macam emosi. Entah itu sedih, senang, marah, ataupun kesal. 

Nah, anak perlu mengenal dan memahami emosi serta perasaannya agar kelak ia bisa berkomunikasi dengan efektif, membangun hubungan yang lebih baik, dan menghindari atau menyelesaikan konflik. 

Mengenal emosi juga dapat membantu anak mengekspresikan apa yang anak rasakan atau butuhkan dengan jelas, Bu.

Oleh karena itu, Ibu bisa mengajarkan mereka bagaimana mengenali dan mengekspresikan perasaan dengan cara yang sehat. Salah satu caranya, yakni dengan mengajak anak menggambar ekspresi wajah. 

Mula-mula, Ibu bisa membagikan kertas berwarna kepada anak dan minta mereka untuk menggambar beragam jenis ekspresi, seperti senang, sedih, takut, sakit, dan marah. Agar semakin seru dan menyenangkan, minta ia untuk menebak atau memperagakan ekspresi tersebut.

Ibu bisa memberikan pertanyaan kepadanya tentang apa penyebab emosi tersebut dan bagaimana solusi yang pantas diberikan kalau ia mengalami hal tersebut. 

Stimulasi ini sangat bagus dilakukan agar anak semakin tahu emosi yang dia rasakan. Dengan begitu, emosinya pun akan terasa stabil saat dewasa nanti.

2. Berikan Pengertian Bila Anak Berperilaku Negatif

Ketika anak Ibu mulai bersikap agresif atau berperilaku negatif, tanyakan kepadanya mengapa ia melakukan itu. Contohnya, ajarkan ia untuk berbagi mainan sambil meyakinkannya bahwa ia akan mendapatkan mainan tersebut kembali nanti2. Bila masih berulang, perintahkan dengan singkat untuk berhenti melakukan tindakannya

Misalnya, jika ia bermain bola di dalam rumah hingga perabotan berantakan, maka beritahukan mengapa tindakan itu salah dan ajaklah untuk bermain di taman atau halaman rumah. 

Ibu bisa mengatakan, “Nak, main bolanya di teras aja, yuk? Kalau di teras kan luas jadi bolanya nggak mantul ke meja makan dan kena gelas. Kalau pecah nanti Adik atau Ibu bisa luka.”

Tidak perlu mengatakannya dengan emosi ya, Bu, karena bisa membuat si Kecil merasa sedih. Itu akan terlihat dari responnya saat ia menuruti perintah kita2.

Apabila si Kecil tidak menuruti perintah Ibu dan masih berperilaku negatif walaupun sudah diingatkan, minta ia untuk melakukan time out dan menenangkan diri. Waktu time out untuk anak usia tiga tahun adalah sekitar tiga menit, dan empat menit untuk anak usia empat tahun. Yang pasti, time out tidak akan selesai sebelum ia tenang. Setelah selesai, pujilah ia karena berhasil menenangkan diri, dan coba ulangi perintah kita2.

3. Ajarkan Konsep Berbagi dan Bermain Giliran

Meski anak di usia ini sudah mulai paham konsep berbagi dan bermain bergiliran, terkadang ada saja masanya ia mungkin bersikap agresif atau mau menang sendiri ke teman sepermainannya, dengan cara merebut mainan atau tidak meminjamkan mainan kepada temannya. 

Jika hal tersebut terjadi, coba tanyakan kepada si Kecil mengapa ia melakukan itu. Lalu, ajarkan ia untuk berbagi mainan sambil meyakinkannya bahwa ia akan mendapatkan mainan itu kembali setelah dimainkan oleh temannya. 

Selain itu, Ibu juga bisa mengajak si Kecil bermain bersama untuk mengajarkannya konsep berbagi dan bermain bergiliran. 

Misalnya, Ibu bisa bilang “Nah, sekarang giliran adik yang melempar bola” atau “Sekarang giliran Kakak ya, yang melempar bola”. Jika anak memahami konsep berbagi dan bermain bergiliran, jangan lupa berikan pujian, ya.

Ibu bisa pula mengajarkan anak untuk berbagi dengan temannya dengan cara sederhana, seperti ketika Ibu memberikan si Kecil biskuit, bawakan dengan porsi lebih dan bimbing anak untuk membagi biskuitnya kepada teman-temannya.

4. Ajarkan Anak Sopan Santun

Mengajarkan sopan santun kepada si Kecil dengan memberikan contoh yang baik untuknya juga menjadi cara stimulasi untuk mendukung perkembangan emosi anak balita. 

Sering-seringlah mengucapkan "terima kasih" dan "maaf" setiap kali diperlukan. Coba tunjukkan sikap baik ini melalui perilaku sehari-hari untuk sekaligus membantu mengembangkan kemampuan sosial si Kecil. 

Mulailah dari hal-hal yang sederhana, seperti mengucapkan terima kasih saat diberikan makanan oleh Ibu dan Ayah, atau meminta maaf bila tidak sengaja menjatuhkan barang milik kakaknya.

5. Bacakan Sebuah Cerita atau Dongeng

Agar lebih ‘sukses’ membantu mengendalikan emosi si Kecil, Ibu bisa mengajarkan sebuah permainan, lagu, atau membacakan sebuah cerita atau dongeng yang berkaitan dengan emosi dan perasaan3. 

Tentu saja cerita yang dipilih haruslah yang mengandung nilai-nilai positif ya, Bu, untuk dijadikan contoh dalam kehidupan nyata si Kecil.

Baca Juga: Cara Mengendalikan Emosi Negatif Anak yang Wajib Ibu Ketahui

Nah bagaimana, Bu? Apakah sekarang Ibu sudah memahami tahap-tahap perkembangan emosi anak usia dini? Mendidik anak untuk memiliki sikap positif memang cukup menantang, ya. Tapi jangan menyerah dan buatlah proses ini menjadi lebih menyenangkan, Bu. 

Salah satu caranya dengan selalu menyuguhkan segelas susu favorit si Kecil. Ibu bisa memberikan susu Bebelac 3, yang diperkaya FOS dan GOS 1:9, Triple A (DHA, LA + ALA), omega 3 dan 6 untuk mendukung pertumbuhan sel-sel otaknya, serta vitamin dan mineral. 

Dengan asupan nutrisi yang tepat, akan membuat si Kecil memiliki pencernaan yang baik (happy tummy), mampu berpikir lebih kreatif (happy brain), dan suasana hatinya pun akan terus terjaga baik (happy heart).

Jangan lupa juga daftarkan diri Ibu di Bebeclub untuk dapatkan lebih banyak lagi tips dan informasi terbaru untuk menemani perkembangan sosial dan emosional si Kecil, ya!


Referensi

  1. Donna K Housman. (2017). The importance of emotional competence and self-regulation from birth: a case for the evidence-based emotional cognitive social early learning approach. Retrieved from:  https://link.springer.com/article/10.1186/s40723-017-0038-6 [Diakses 22 November 2020].
  2. Cara Dosman dan Debbi Andrews. (2012). Anticipatory guidance for cognitive and social-emotional development: Birth to five years. Retrieved from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3299350/ [Diakses 22 November 2020].
  3. Northamptonshire. Emotional Milestones in the Early Years from birth - 5 years. Retrieved from: https://www.northamptonshire.gov.uk/councilservices/children-families-education/early-years/Documents/Emotional%20Milestone%20in%20the%20early%20years.pdf [Diakses 22 November 2020].
  4. White, L., Delaney, R., Pacifici, C., Nelson, C., Dickinson, S. L., & Golzarri-Arroyo, L. (2019). Understanding and Parenting Children's Noncompliant Behavior: The Efficacy of an Online Training Workshop for Resource Parents. Children and youth services review, 99, 246–256. Retrieved from:  https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2019.01.045 [Diakses 22 November 2020].


 
alt

Kenali apa itu

Kalkulator Nutrisi

Cek nutrisi si Kecil yuk! Sudah sesuaikah dengan kebutuhannya?

Artikel Terkait