Alergi Makanan pada Bayi: Gejala, Pemicu, dan Cara Mengatasinya

Alergi makanan pada bayi bisa berbahaya bila ia mengalami sesak napas. Ibu harus tahu makanan pemicunya agar bisa mencegahnya.

Ditulis oleh : Tim Penulis

Ditinjau oleh : Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH

4 min
08 Aug 2024
Profile Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH
alergi pada bayi


Bila si Kecil sudah mulai MPASI, Ibu harus waspada terhadap apa-apa saja pemicu alergi makanan pada bayi. Alergi makanan dapat membuat si Kecil muntah, sakit perut, bahkan sesak napas yang bisa membahayakan.

Oleh sebab itu, Ibu harus mengenali gejala alergi makanan pada bayi serta cara mengatasinya. Mari simak ulasan berikut ini!

Apa Gejala Alergi Makanan pada Bayi?

Alergi makanan adalah reaksi berlebihan dari sistem imun bayi terhadap suatu bahan makanan tertentu yang dikonsumsinya. Akan tetapi, penyebab alergi makanan pada bayi belum dapat dipastikan secara jelas sampai Ibu berkonsultasi dengan dokter anak.

Sistem tubuh si Kecil salah mengira bahan makanan tersebut adalah ancaman atau zat berbahaya. Sebagai contoh, bila si Kecil alergi seafood, ketika ia mengonsumsi MPASI dari olahan ikan, kandungan protein ikannya dianggap berbahaya oleh sistem kekebalan tubuh.

Kesalahpahaman ini membuat tubuh anak melepaskan zat kimia tubuh bernama histamin yang mendorong munculnya reaksi alergi. 

Adapun beberapa gejala alergi makanan pada bayi yang perlu Ibu ketahui adalah:

  • Batuk.

  • Muntah. 

  • Sakit perut.

  • Perut bayi tampak kembung, buang air besar lebih cair atau mencret, dan buang air lebih sering dari biasanya, tetapi tidak disertai lendir atau darah. 

  • Diare. 

  • Kulit gatal-gatal.

  • Muncul biduran di kulit. 

  • Eksim di kulit.

  • Napas tersengal-sengal.

  • Bibir dan tenggorokan bengkak.

  • Mata bayi tampak gatal, merah, dan berair.

  • Kulit melepuh.

  • Bengkak pada wajah.

  • Hilang kesadaran atau pingsan.

Seperti yang telah dijelaskan, beberapa tanda awal tersebut akan tampak pada si Kecil. Namun, terkadang alergi makanan dapat menunjukkan gejala alergi yang parah. Kondisi ini disebut sebagai anafilaksis.

Anafilaksis umumnya diawali dengan gejala alergi ringan, namun secara cepat menjadi parah sehingga si Kecil mengalami sulit bernapas hingga kehilangan kesadaran. Jika kondisi ini tidak segera ditangani, anafilaksis dapat mengancam keselamatan jiwa. 

Untuk itu, Ibu perlu mengenali gejala-gejala alergi makanan yang umumnya muncul sehingga dapat segera mengambil tindakan sebagai pertolongan pertama sebelum membawanya ke dokter. 

Ibu bisa juga cek langsung di Allergy Checker untuk mengetahui apakah gejala yang dialami si Kecil termasuk alergi atau bukan. Jika alergi makanan pada anak kita abaikan tanpa penanganan yang tepat, tumbuh kembangnya juga bisa terganggu. Jadi, yuk, Bu, segera periksakan ke dokter!

Apa yang Terjadi Bila Timbul Tanda Alergi Makanan?

Tubuh bayi maupun dewasa memiliki antibodi yang disebut IgE, yang merupakan protein pendeteksi zat makanan yang masuk ke dalam tubuh.

Ketika zat makanan tertentu yang menyebabkan alergi masuk, antibodi ini akan melepaskan zat-zat seperti histamin. Nah, inilah yang menyebabkan reaksi alergi, baik ringan maupun berat.

Gejala-gejala awal seperti gatal-gatal, bengkak, atau kesulitan bernapas pada bayi biasanya muncul hingga dua jam setelah zat penyebab alergi dari makanan tertentu masuk ke dalam tubuh. Perhatikan bayi Ibu ketika tanda-tanda awal ini terlihat, karena pada beberapa kasus alergi makanan pada bayi, hal ini dapat berlanjut menjadi sangat parah bila tidak segera ditangani.

Dalam beberapa kejadian alergi makanan pada bayi, juga ditemukan gejala alergi pada pencernaan, seperti muntah atau diare kronis dan diderita cukup lama oleh bayi hingga menimbulkan eksim pada kulit. 

Eksim adalah alergi pada bayi yang menyebabkan area kering pada kulit yang tampak seperti bercak kemerahan dan bersisik, yang muncul pada wajah, lengan, hingga area kaki bayi, tapi tidak pada area popok.

Ada juga kasus munculnya reaksi alergi makanan pada bayi, padahal ia pernah makan makanan tersebut dan tidak ada masalah alergi apa pun sebelumnya. 

Jadi, bayi yang memiliki ataupun memiliki potensi alergi terhadap telur, misalnya, mungkin tidak akan menunjukkan reaksi alergi tertentu saat pertama kali mengonsumsi telur, tapi setelah beberapa kali mengonsumsi, baru tampak gejala reaksinya.

Apa Saja Pemicu Alergi Makanan pada Bayi?

Tahukah Ibu? Beberapa bahan MPASI kemungkinan dapat menimbulkan reaksi alergi. Untuk itu sebagai orang tua, baiknya Ibu lebih cermat, sebab ada beberapa makanan yang dapat memicu alergi. Jadi, setiap kali membuat MPASI, Ibu dapat lebih memperhatikan reaksi tubuh si Kecil terhadap bahan makanan yang digunakan.

Lantas, apa saja makanan yang dapat memicu bayi alergi? Berikut adalah kelompok makanan yang dapat menimbulkan alergi makanan pada bayi.

1. Telur (Ayam, Bebek, Telur Puyuh)

Alergi telur dapat disebabkan oleh sistem imun tubuh yang salah mengira beberapa jenis protein dalam telur sebagai zat berbahaya bagi tubuh. Jadi, sistem imun mengeluarkan zat bernama histamin dan beberapa zat kimia lain yang menimbulkan gejala-gejala alergi. 

Telur mempunyai dua bagian yang berbeda, yaitu putih dan kuning telur. Kedua bagian telur tersebut sebetulnya sama-sama menimbulkan alergi. Namun, putih telur bisa menyebabkan reaksi alergi yang lebih sering. 

Umumnya gejala alergi terhadap telur muncul beberapa menit hingga beberapa jam setelah si Kecil memakan telur atau makanan yang mengandung telur. Gejala alergi telur yang ditimbulkan berupa rasa gatal di sekujur tubuh. Kulit jadi tampak kemerahan ataupun bengkak-bengkak.

2. Susu Sapi dan Produk Olahannya 

Susu adalah salah satu pemicu alergi makanan pada bayi yang paling banyak ditemui. Alergi susu sapi adalah reaksi sistem imun yang berlebihan terhadap kandungan protein dalam susu sapi dan berbagai produk olahannya. 

Itu kenapa kondisi ini juga sering disebut dengan alergi protein susu sapi. Umumnya, bayi yang mengalami alergi susu sapi juga alergi terhadap protein susu domba dan kambing.

Sistem imun anak mengira protein yang terdapat dalam susu adalah zat berbahaya sehingga tubuh melepaskan bahan kimia histamin untuk menyingkirkannya. Dalam prosesnya, histamin akan membuat tubuh memunculkan reaksi alergi.

Ciri-ciri alergi susu sapi bisa berbeda-beda pada tiap anak. Bahkan, waktu munculnya gejala juga berbeda-beda. 

Reaksi paling cepat bisa Ibu lihat dalam hitungan menit hingga dua jam setelah paparan, sedangkan reaksi lambat bisa muncul minimal dalam 48 jam dan berlangsung hingga berhari-hari (1-2 minggu).

Lebih jelasnya, berikut adalah ciri-ciri alergi susu sapi yang paling sering ditunjukkan dalam waktu cepat:

  • Ruam bentol merah gatal pada kulit.

  • Ruam kulit menyerupai eksim atau dermatitis atopik.

  • Gumoh.

  • Muntah.

  • Batuk terus-menerus. 

  • Perut kembung.

  • Sakit perut.

  • Diare.

  • Sembelit.

  • Napas bayi bunyi.

  • Bengkak pada bagian tubuh tertentu, seperti wajah, area mata, bibir, lidah, dan tenggorokan. 

  • Hidung meler.

  • Mata berair.

Bila bayi alergi terhadap susu sapi atau turunannya, maka beberapa penanganan yang dilakukan oleh dokter anak umumnya akan menyarankan MPASI yang terbuat dari protein susu sapi yang telah terhidrolisa sehingga tidak menimbulkan alergi pada tubuh bayi, atau menyarankan makanan dengan protein dari sumber nabati seperti kedelai.

3. Kacang-Kacangan

Angka kejadian alergi terhadap kacang-kacangan cukup tinggi pada bayi dan balita. 

Sama dengan alergi makanan lain, gejala alergi muncul karena sistem pertahanan tubuh si Kecil menganggap protein yang terkandung dalam kacang-kacangan sebagai zat yang berbahaya dan harus dilawan. 

Reaksi alergi terhadap kacang juga akan timbul walaupun ia hanya mengonsumsinya dalam jumlah yang kecil. 

Seiring bertambahnya usia si Kecil kekebalan tubuh pada sistem pencernaan akan semakin baik sehingga reaksi alergi terhadap kacang-kacangan akan berkurang. 

Berikut adalah beberapa gejala dan tanda alergi kacang yang biasanya terjadi:

  • Reaksi pada kulit, seperti biduran, kulit kemerahan, hingga pembengkakan. 

  • Gatal atau sensasi geli di area kulit bibir dan tenggorokan.

  • Gangguan pencernaan, seperti diare, kram perut, mual, dan muntah. 

  • Hidung berair. 

  • Sesak napas.

4. Gandum

Gandum juga bisa menjadi bahan makanan yang menyebabkan risiko alergi. Tidak hanya melalui makanan, jenis alergi makanan pada bayi ini juga muncul apabila si Kecil tidak sengaja menghirup udara yang terkontaminasi tepung gandum. Misalnya, ketika si Kecil didudukkan di kursi makan bayi dan menemani Ibu membuat roti gandum. 

Jika si Kecil memiliki alergi satu ini, Bunda perlu selektif dalam memilih bahan makanan untuk membuat MPASI. Pasalnya, gandum bisa terkandung di dalam bahan makanan yang “tampak tidak mengandung gandum” seperti kecap manis, es krim, dan puding.

Hindari pula roti dan sereal karena dapat menyebabkan muncul gejala alergi, seperti gatal-gatal, mual, sesak napas, hingga reaksi alergi fatal yang disebut dengan anafilaksis.

Bagi bayi dengan alergi gandum, sebaiknya menghindari makanan yang mengandung gluten dan semolina. Sebagai alternatif, Ibu bisa menggunakan beras atau jagung.

5. Ikan 

Tidak menutup kemungkinan bayi juga mengalami alergi terhadap bahan makanan satu ini. Adapun jenis ikan yang biasanya menimbulkan alergi antara lain salmon, tuna, lele, nila, teri, kakap, cod, hingga kerapu. 

Perlu Ibu ketahui kalau alergi terhadap ikan berbeda dengan alergi terhadap seafood ya, Bu. Pasalnya, di dalam kategori seafood tidak hanya ada ikan saja, melainkan juga kerang-kerangan, cumi, gurita, kepiting, udang, hingga lobster.

Nah, bayi yang alergi terhadap ikan tidak selalu memiliki alergi terhadap jenis makanan laut lainnya. Jadi, si Kecil masih bisa mengonsumsinya dengan aman. 

Gejala alergi bahkan dapat muncul saat si Kecil terpapar uap masakan ikan atau menyentuh ikan dengan kulitnya. 

Gejala paling umum alergi ikan laut adalah gatal-gatal pada kulit. Selain itu, gejala alergi ikan juga bisa berupa muntah atau diare. Jika si Kecil menunjukkan tanda-tanda alergi ikan laut, coba ganti protein harian dari bahan lain. Setelah gejala mereda, Ibu bisa memberikan ikan air tawar sebagai alternatif.

6. Makanan Laut

Selain ikan, si Kecil juga bisa mengalami alergi terhadap makanan laut. Makanan laut termasuk kerang-kerangan, cumi-cumi, gurita, udang, dan kepiting. 

Jenis bahan makanan tersebut dapat menimbulkan alergi pada usia berapa pun, bahkan pada si Kecil yang sebelumnya tidak memiliki alergi terhadap kerang-kerangan ataupun jenis hidangan laut (seafood) lainnya. 

Ketika sudah mengalami alergi pada jenis makanan ini, umumnya si Kecil akan selalu mengalami alergi sampai dewasa.  

Sama seperti alergi pada ikan, alergi seafood juga dapat terpicu hanya dari menyentuh bahan masakan dan menghirup uap atau asap masakan. 

Baca Juga: Penyebab Intoleransi Makanan pada Bayi dan Cara Atasinya

Bagaimana Cara Mengatasi Alergi Makanan pada Bayi?

Saat melihat si Kecil terserang alergi untuk pertama kali, pasti Ibu merasa panik dan khawatir. Walaupun reaksi pertamanya terhadap alergi makanan mungkin tampak ringan, bukan tidak mungkin selanjutnya akan bertambah berat. 

Nah, salah satu cara mengatasi alergi makanan pada bayi adalah dengan menghindari makanan pemicu di atas. Misalnya, bila si Kecil mengalami alergi makanan sesaat setelah makan telur, maka hindari si Kecil dari jenis makanan ini. 

Selain itu, Ibu juga perlu berkonsultasi dengan dokter anak untuk memperoleh informasi seputar tindakan yang harus dilakukan, termasuk petunjuk tentang bagaimana menangani reaksi alergi bayi.

Jika bayi Ibu menunjukkan gejala alergi ringan, dan reaksinya terjadi selang beberapa jam tertentu, konsultasikan dengan dokter anak agar pengujian alergi dapat dilakukan pada si Kecil. Nantinya, dokter dapat menemukan penyebab alergi dari hal atau makanan tertentu yang tidak dapat dicerna oleh bayi.

Namun, jika bayi menunjukkan gejala-gejala seperti kesulitan bernapas, pembengkakan pada wajah atau bibirnya, muntah-muntah dengan frekuensi sering dan banyak, atau diare setelah makan, segeralah ke rumah sakit terdekat. Karena, reaksi alergi bisa sangat membahayakan dan dibutuhkan tindakan medis sesegera mungkin.

Setelah penyebab pasti alergi makanan pada bayi telah ditemukan oleh dokter anak, pastikan bahwa semua orang di rumah, termasuk pengasuh dan keluarga dekat, mengetahui perihal alergi tersebut. Dengan begitu, mereka tahu apa yang tidak boleh dikonsumsi olehnya dan tindakan yang perlu dilakukan ketika reaksi alergi terjadi.

Apakah Alergi Makanan Akan Hilang dengan Sendirinya?

Alergi makanan pada bayi tentu membuat Ibu khawatir, apakah alergi tersebut akan terus berlangsung sampai ia dewasa? 

Untuk beberapa jenis alergi, seperti alergi gandum, kacang kedelai, telur, dan susu sapi dapat diatasi oleh tubuh si Kecil seiring dengan pertumbuhan dan pertambahan usianya. 

Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa protein penyebab alergi pada si Kecil dapat dikelola oleh tubuhnya dalam rentang waktu tertentu yang berbeda.

Akan tetapi, ada pula alergi yang tidak akan pernah hilang dari tubuh. Beberapa anak yang menderita alergi dengan makanan seperti ikan, kacang-kacangan, kerang, dan udang akan membawa terus alergi ini seumur hidupnya.

Baca Juga: 5 Cara Mengatasi Alergi Makanan pada Anak

Apakah Alergi Dapat Disebabkan Faktor Keturunan?

Bisa saja Bu, tapi alergi yang diturunkan kepada bayi belum tentu jenis alergi yang sama yang diderita oleh orang tuanya. 

Misalnya, bila Ibu memiliki alergi pada saluran pernapasan (alergi debu, serbuk bunga), alergi bulu hewan, atau alergi makanan tertentu, maka kemungkinannya 50% bayi Ibu menderita alergi yang sama. Dan bila kedua orang tua bayi memiliki alergi, kemungkinannya 75% atau bahkan lebih.

Dalam menghadapi alergi makanan pada bayi, hal yang terpenting adalah Ibu tidak perlu berlebihan membatasi makanan yang ia konsumsi. Pahami apa saja alergi yang dideritanya dan hindari bahan makanan penyebab alergi tersebut. 

Pastikan juga Ibu menginformasikan apa saja makanan yang dapat menyebabkan alergi pada anggota keluarga terdekat yang kerap berinteraksi dengan si Kecil, seperti nenek, kakek, kakak, om, tante, hingga pengasuh bayi.

Tetap berikan variasi makanan agar kebutuhan vitamin dan zat-zat penting untuk pertumbuhannya dapat tercukupi dengan baik. Terakhir, pantau perkembangan alergi dengan selalu rutin berkonsultasi dengan dokter anak sehingga ia akan terus mengalami pertumbuhan yang baik dan berhasil mengatasi reaksi alergi yang dideritanya.

Bila Ibu membutuhkan panduan seputar tumbuh kembang bayi sesuai tahapan usia si Kecil, temukan fitur-fitur informatifnya lewat BebeJourney. Segera daftar dan nikmati berbagai penawaran menarik dari Bebelac sekarang juga!

Pilih Artikel Sesuai Kebutuhan Ibu


  1. Shellfish Allergy (for Parents) - Nemours KidsHealth. (2023). Kidshealth.org. https://kidshealth.org/en/parents/shellfish-allergy.html

  2. Guide, P. (2021, March 23). Prevent Food Allergies. Prevent Food Allergies. https://www.preventallergies.org/blog/parents-guide-to-finned-fish-allergy

  3. Wheat allergy - Symptoms and causes. (2022). Mayo Clinic; https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/wheat-allergy/symptoms-causes/syc-20378897#:~:text=A%20child%20or%20adult%20with,Nasal%20congestionWheat

  4. NHS Choices. (2023). What should I do if I think my baby is allergic or intolerant to cows’ milk? https://www.nhs.uk/common-health-questions/childrens-health/what-should-i-do-if-i-think-my-baby-is-allergic-or-intolerant-to-cows-milk/

  5. Egg allergy - Symptoms and causes. (2022). Mayo Clinic; https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/egg-allergy/symptoms-causes/syc-20372115

  6. Food Allergies (for Parents) - Nemours KidsHealth. (2022). Kidshealth.org. https://kidshealth.org/en/parents/food-allergies.html

  7. WebMD. (2018). Caring for an Infant With Cows’ Milk Allergy. WebMD. https://www.webmd.com/parenting/baby/milk-allergy-19/slideshow-cow-milk-allergy‌

  8. Peanut allergy - Symptoms and causes. (2022). Mayo Clinic; https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/peanut-allergy/symptoms-causes/syc-20376175



Temukan Topik Lainnya

Artikel Terkait

icon resep
7 - 9 Bulan Resep

Resep Bubur MPASI Bit

Ditulis oleh:
Tim Penulis

Ditinjau oleh:
Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH
4 min
09 Aug 2024