8 Penyebab Obesitas pada Anak Balita dan Cara Mencegahnya
Sejak dulu, banyak orang berpendapat bahwa bayi gemuk artinya sehat dan lucu. Akibatnya, seringkali banyak Ibu justru berupaya semaksima...
Ditulis oleh :
Tim Penulis
Ditinjau oleh :
Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH
Sejak dulu, banyak orang berpendapat bahwa bayi gemuk artinya sehat dan lucu. Akibatnya, seringkali banyak Ibu justru berupaya semaksimal mungkin membuat anaknya terlihat montok.
Termasuk dengan memberikan makanan yang dapat membuat berat badan si Kecil melonjak. Hati-hati lho, Bu. Jangan sampai terjebak dengan mitos bayi gemuk adalah bayi sehat. Jika salah menafsirkan, bisa jadi Ibu justru memberinya nutrisi berlebih yang dapat menimbulkan obesitas.
Yup, obesitas sangat mungkin terjadi pada anak. Sebaiknya Ibu jangan lengah dan bersikap permisif dengan alasan mumpung anak Ibu masih kecil. Kelebihan berat badan atau obesitas pada usia dini memiliki kecenderungan untuk terus berlanjut hingga si Kecil tumbuh dewasa. Semakin ia besar, makin sulit untuk mengatasinya lho, Bu.
Obesitas pada balita dapat menyebabkan gula darah anak meningkat. Jadi, agar anak Ibu terhindar dari obesitas, mari kenali faktor penyebab dan cara mencegahnya.
Apa Penyebab Obesitas pada Balita?
Salah satu penyebab obesitas adalah faktor keturunan. Terutama jika orang tua mengidap penyakit diabetes, maka anak-anaknya berisiko untuk mengalami obesitas pada usia muda. Bahkan, meskipun ketika balita mereka memiliki berat badan yang normal.
Tapi, bukan berarti jika Ibu dan pasangan bebas diabetes maka si Kecil juga tak bisa mengalami obesitas lho. Ternyata, faktor utama penyebab obesitas pada anak adalah kebiasaan hidup sehari-hari, seperti pola makan, aktivitas fisik, dan pola istirahat yang diterapkan pada si Kecil.
Saat ini, makin banyak tersedia jenis makanan dan camilan bagi si Kecil. Sebaiknya, Ibu tetap mengutamakan faktor kesehatan dalam memilih jenis makanan bagi sang buah hati. Jangan berlebihan dalam memberi makanan yang memiliki kadar karbohidrat dan lemak yang tinggi, seperti:
- Permen dan coklat.
- Minuman yang mengandung banyak gula.
- Makanan cepat saji (junk food).
- Kue-kue yang mengandung banyak gula dan coklat.
- Keju dan kacang-kacangan, dll.
- Anak kurang bergerak.
- Keluarga memiliki riwayat obesitas.
- Psikologis anak mempengaruhi napsu makan.
Tentu saja, bukan berarti si Kecil sama sekali tidak boleh mengonsumsi makanan-makanan tersebut. Selama porsi dan frekuensinya tidak berlebihan, Ibu tetap boleh kok memberikannya pada si Kecil.
Bagaimana Cara Mencegah Obesitas pada Balita?
Pola makan seimbang memang menjadi kunci penting bagi kesehatan si Kecil. Dengan makan teratur dan bernutrisi lengkap, balita Ibu akan memiliki tubuh ideal yang mendukung tumbuh kembangnya. Nah, Ibu mungkin bertanya, kira-kira seperti apa sih pola makan seimbang bagi balita? Tips berikut ini mungkin dapat menjadi panduan Ibu:
- Ukuran porsi makan sekitar 1/2 dari porsi makan orang dewasa.
- Biasakan minum jus yang terbuat dari 100% buah asli tidak lebih dari 180 ml per hari.
- Selalu berikan sayuran dan buah-buahan yang kaya serat.
- Biasakan membeli makanan selingan dalam ukuran sekali makan.
- Jika harus membeli dalam ukuran besar, sajikan pada si Kecil dalam wadah terpisah.
- Susun jadwal makan yang teratur (3x makan besar, 2x makan selingan).
Selain itu, mari biasakan makan bersama sekeluarga. Cara ini efektif lho agar Ibu dapat mengawasi asupan nutrisi yang dikonsumsi si Kecil. Selain itu, saat ia makin besar nanti, ia akan terbiasa dengan variasi aneka menu keluarga yang berimbang. Tak hanya mencegah obesitas, tapi juga efektif menghindari si Kecil menjadi picky eater.
Aktivitas fisik dan jadwal istirahat yang cukup juga turut berperan mencegah obesitas pada anak. Jika Ibu mungkin berpikir bahwa tidur terlalu banyak dapat meningkatkan risiko obesitas, hal ini justru kurang tepat. Riset sejumlah pakar gizi justru menunjukkan bahwa kurang tidur dapat meningkatkan risiko obesitas. Alasannya, karena metabolisme anak menjadi terganggu dan membuat anak lebih suka mengemil.
Sejak kecil, biasakan anak untuk untuk bermain bersama teman-temannya sehingga ia tetap aktif bergerak. Batasi waktu di depan TV atau bermain game elektronik/komputer yang cenderung membuat anak malas untuk aktif bergerak.
Saat si Kecil berusia 1-5 tahun, sangat disarankan untuk melakukan aktivitas fisik selama total 3 jam setiap hari. Bisa berjalan pagi, main bola, petak umpet, meloncati bebatuan, dan lainnya. Tapi, lakukan secara bertahap ya, Bu. Jangan langsung memberinya aktivitas fisik selama 3 jam agar si Kecil juga tidak kelelahan. Berikut ini beberapa contoh aktivitas fisik yang dapat Ibu coba lakukan bersama si Kecil sesuai kebutuhan usianya.
- Anak Usia 1-3 Tahun
Anak dianjurkan untuk aktif bergerak lewat permainan-permainan fisik, termasuk gerakan berlari, melompat, dan memanjat. Mereka juga mulai dapat dilatih untuk melakukan gerakan motorik seperti menendang, menangkap, melempar, memukul, dan berguling-guling. Anda juga dapat mengajak anak untuk menari bersama agar dia tidak bosan. - Anak Usia 3-5 Tahun
Di usia ini, anak sudah bisa melakukan banyak aktivitas. Selain aktivitas-aktivitas seperti anak usia 1-3 tahun di atas, Anda sudah mulai bisa mengajarinya beraktivitas fisik yang melatih kestabilan dan kemampuan mengontrol gerakan seperti naik sepeda. Ajak si Kecil ke taman bermain agar dia bisa beraktivitas fisik sekaligus belajar bersosialisasi dengan teman-teman seusianya.
Jika Ibu rutin melakukan aktivitas fisik tersebut bersama si Kecil, tak terasa Ibu sebenarnya juga sudah ikut melakukan olahraga ringan lho!
Bagaimana Cara Mengatasi Balita yang Obesitas?
Terapkan Pola Hidup Sehat
Pastikan Ibu memberikan nutrisi yang cukup bagi balita, misalnya dengan konsumsi buah atau sayuran.
Berikan Edukasi Visual
Ibu bisa memberikan edukasi secara visual untuk anak balita obesitas, seperti memberikan tontonan terkait efek buruk dari kelebihan berat badan.
Pastikan Anak Obesitas Cukup Tidur
Salah satu penyebab obesitas adalah kurangnya waktu tidur yang berkualitas untuk anak. Karena itu, anak perlu tidur dalam durasi waktu yang maksimal.
Baca Juga: Cara Membedakan Anak Kurus tapi Sehat atau Kurang Gizi