Cara Menerapkan Responsive Feeding agar si Kecil Lahap Makan
Ibu, pernahkah mendengar tentang responsive feeding? Responsive feeding adalah salah satu teknik yang juga harus diperhatikan ketika mem...
Ditulis oleh :
Tim Penulis
Ditinjau oleh :
Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH
Ibu, pernahkah mendengar tentang responsive feeding? Responsive feeding adalah salah satu teknik yang juga harus diperhatikan ketika memberi makan anak setelah lepas dari masa ASI eksklusif, lho, Bu.
Dengan menerapkan teknik ini, anak akan belajar mengenali kapan ia lapar dan kenyang sehingga si Kecil bisa makan sesuai dengan kebutuhan tubuhnya sendiri. Alhasil, Ibu tidak perlu memaksa anak untuk makan dan menghabiskan isi piringnya.
Yuk, pahami apa itu responsive feeding dan bagaimana cara menerapkannya di rumah!
Apa Itu Responsive Feeding?
Responsive feeding adalah kaidah memberikan makan bayi dengan mengetahui kapan si Kecil lapar dan kenyang. Sederhananya, Ibu mulai memberi makan saat bayi menunjukkan tanda lapar dan berhenti menyuapinya saat mereka tampak kenyang.
Lalu, dari mana kita bisa tahu kapan bayi lapar dan tenang? Meski bayi memang belum bisa mengutarakan isi hatinya dengan kata-kata seperti “Aku udah kenyang” atau “Bu, aku lapar”, Ibu dapat memperhatikan gerak-gerik yang ia tunjukkan sehingga bisa meresponnya dengan tindakan yang tepat; mulai menyuapi atau sudahi waktu makannya, ya?
Nah, umumnya bayi yang sudah mulai MPASI akan menunjukkan tanda-tanda ia sedang lapar dengan:
-
Mencondongkan badan ke arah makanan dan membuka mulutnya atau menjulurkan lidah.
-
Terlihat bersemangat dan senang saat melihat makanan.
-
Mata si Kecil fokus kepada makanan dan matanya terus mengikuti ke mana arah makanan bergerak.
-
Menangis. Tangisan karena lapar umumnya terdengar singkat, bernada rendah, serta mengencang dan mereda.
Jika si Kecil menunjukkan tanda-tanda di atas, ini adalah waktu yang tepat untuk Ibu mulai memberikannya makanan.
Sementara jika sudah merasa kenyang, bayi biasanya akan menunjukkan tanda-tanda seperti:
-
Melepeh makanan.
-
Mendorong makanan menjauhi mulutnya.
-
Tidak dapat duduk tenang.
-
Mudah terdistraksi dengan hal lain.
-
Mengatupkan mulut ketika Ibu menawari si Kecil makanan.
-
Memutar kepalanya menjauhi makanan.
-
Memain-mainkan makanannya.
Lalu, kenapa penting untuk menerapkan responsive feeding setiap kali memberi makan bayi?
Tujuan Responsive Feeding
Selama ini, tidak sedikit orang tua yang mungkin menganggap bahwa anak harus dibiasakan sering makan banyak supaya bisa tumbuh lebih sehat dan kuat. Oleh karena itu, tidak sedikit pula yang merasa ragu untuk menerapkan responsive feeding karena khawatir anaknya justru tidak dapat mencapai angka berat badan yang diharapkan.
Padahal, Bu, memberikan makan secara sembarangan dan di luar kapasitas alami perut si Kecil di usianya justru bukan kebiasaan yang baik, lho.
Saat kita memaksa si Kecil untuk makan banyak dan menghabiskan makanannya meski ia sudah kekenyangan, hal ini dapat meningkatkan risiko anak mengalami kelebihan berat badan atau bahkan obesitas sejak usia dini.
Beberapa manfaat dari responsive feeding adalah:
1. Membentuk Kebiasaan Makan yang Baik
Salah satu tujuan utama dari responsive feeding adalah untuk membantu anak membentuk pola makan yang baik sejak dini dengan mengetahui kapan ia lapar dan kenyang.
Jika mengetahui kapan lambung bayi kosong dan penuh, Ibu dapat membuat jadwal makan yang lebih teratur. Hal ini juga dapat bantu memastikan Ibu bisa memberikan makanan dan nutrisi dalam jumlah yang cukup sesuai kebutuhan si Kecil.
Secara natural lambung balita akan kosong sebesar 50% setelah 100 menit mengkonsumsi makanan padat dan 75 menit makan makanan cair. Waktu pengosongan lambung ini akan semakin cepat seiring bertambahnya usia anak.
Menurut American Academy of Pediatrics, 2 tahun pertama usianya merupakan periode paling kritis bagi anak, sehingga segala interaksi anak dengan makanan sangat menentukan proses tumbuh kembangnya hingga bertahun-tahun ke depan.
Semakin dini anak terbiasa dengan pola makan sehat dan teratur, akan semakin cepat ia belajar untuk terus mempertahankan kebiasaan ini sampai ia dewasa nanti karena ia juga sudah bisa memahami sendiri kapan ia lapar dan butuh makan dan kapan harus berhenti makan.
Ketika nanti sudah besar pun, anak tidak akan menggunakan makanan sebagai pelarian atas rasa bosan, sebagai pelepas stres, atau sekedar makan karena “mulutnya iseng”.
2. Membantu Anak Belajar Makan Sendiri
Responsive feeding bukan hanya soal tahu kapan harus memberi bayi makan dan kapan menyudahinya, tapi juga sekaligus melatih si Kecil untuk mencoba makan sendiri. Sebab, anak sendirilah yang sebenarnya dapat menentukan berapa banyak makanan yang ia butuhkan.
Jadi ketika si Kecil lapar, Ibu bisa memotivasi anak untuk coba makan sendiri supaya ia tahu kapan ia merasa kenyang dan menghentikan sendiri makannya. Misalnya dengan berkata, “Yuk, nak, coba disendok wortelnya! Kalau perutnya Adik sudah kenyang, nanti kasih tahu Ibu ya!”
3. Bonding Ibu dan Si Kecil Jadi Lebih Kuat
Prinsip responsive feeding adalah makan sambil membangun ikatan melalui kontak mata, obrolan hangat, hingga makan bersama-sama anggota keluarga lainnya.
Jadi, secara perlahan tapi pasti anak akan menghubungkan kegiatan makan dengan rutinitas yang menyenangkan sehingga ikatan batin antara Ibu dengan si Kecil juga jadi lebih erat.
Hal ini tentu juga membuat pengalaman makan anak menjadi lebih menyenangkan dan si Kecil menjadi lebih luwes untuk mencoba makanan baru.
Sebaliknya, memaksa si Kecil makan porsi banyak sampai habis justru dapat menyebabkan ia trauma sehingga meningkatkan masalah makan seperti GTM, picky eating, atau bahkan mogok makan.
Baca juga: Jadwal Makan Bayi 7 Bulan untuk Tingkatkan Imunitas Anak
Cara Menerapkan Responsive Feeding Berjalan dengan Baik
Secara sederhana, dalam responsive feeding Ibu akan menentukan “apa yang akan dimakan, kapan waktu makan berlangsung, dan dimana anak akan makan” sedangkan anak menentukan “apakah ia mau makan dan berapa banyak yang akan dimakan”.
Nah agar responsive feeding berjalan dengan baik, Ibu juga harus menerapkan feeding rules secara disiplin. Apa saja peraturan dalam feeding rules? Berikut garis besarnya:
Jadwal
-
Perhatikan tanda lapar anak kemudian buat jadwal makanan utama dan makanan ringan (camilan) secara teratur.
-
Perhatikan tanda kenyang anak dan berhenti berikan makanan jika waktu makan sudah lebih dari 30 menit.
-
Jangan menawarkan makan ringan yang lain saat makan kecuali air putih.
Lingkungan
-
Buat suasana makan yang yang menyenangkan. Jangan memaksa anak untuk harus makan.
-
Jauhkan objek apapun yang dapat mendistraksi anak saat makan (TV, smartphone, mainan, dan benda lain).
-
Jangan memberi makanan sebagai hadiah karena akan merusak jadwal makan.
Prosedur
-
Memberikan makan dalam porsi kecil. Jika anak masih menunjukkan tanda lapar baru tambahi lagi porsinya.
-
Berikan makanan utama dulu, baru diakhiri dengan minum.
-
Motivasi anak untuk makan sendiri dengan suara dan gesture tubuh yang antusias.
-
Beri jeda sekitar 10-15 menit ketika anak menunjukkan tanda tidak mau makan. Jika setelah jeda anak masih tidak mau makan, akhiri tanpa membujuk atau memaksa.
Baca juga: Biar Si Kecil Jadi Lahap, Cara Menambah Nafsu Makan Bisa Distimulasi dengan 3 Vitamin Ini
Nah, sekarang Ibu sudah mengetahui feeding rules yang baik agar anak mau makan tanpa harus banyak drama. Jadi, anak bisa makan dengan senang, Ibu pun tenang!
Oh iya, Ibu juga dapat memantau apakah si Kecil sudah tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahapan usianya melalui tools Bebe Journey yang dapat Ibu gunakan secara gratis kapan pun dan dimana pun!