Mengembangkan Karakter Si Kecil agar Berhati Besar

Dunia berubah Dunia berubah. Semakin lama semakin disadari, kecerdasan merupakan terminologi yang kompleks. Bahwa memiliki pencapaian a...

Ditulis oleh : Tim Penulis

Ditinjau oleh : Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK

4 min
25 Feb 2024
Profile Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK


Dunia berubah

Dunia berubah. Semakin lama semakin disadari, kecerdasan merupakan terminologi yang kompleks. Bahwa memiliki pencapaian akademis tak lagi sebagai acuan gambaran tentang kecerdasan. Perkembangan kemampuan berpikir di usia dini bahkan sudah menunjukkan betapa kemampuan anak dalam memahami perspektif orang lain hingga kemampuan memahami situasi sosial penting bagi kemampuan anak dalam memahami dunianya kelak. Sebuah kebaikan kecil dari anak akan berarti besar bagi kelangsungan hidup manusia dan planet yang menaunginya. Semua kompetensi sosial tersebut baru dapat ditumbuhkan bila anak sudah lebih dulu mengembangkan kecerdasan emosional atau sering disebut sebagai kompetensi emosional. 

Sayangnya pemahaman tentang kompetensi emosional belum umum diketahui, khususnya oleh orang tua. Kebanyakan orang tua dan pendidik masih berpusat pada pengembangan bakat dan kecerdasan sejak dini yang diwujudkan dalam prestasi akademis semata. Daripada memberi anak kesempatan mengembangkan kompetensi emosionalnya, orang tua lebih berpusat pada bagaimana menjadikan anak kompeten secara akademis melalui les untuk anak dan kegiatan belajar tambahan. Prestasi akademis yang tinggi seolah menjadi tujuan utama. Padahal, terlalu berpusat pada kegiatan belajar yang sangat terstruktur melelahkan anak secara fisik dan emosional.  Anak yang lelah secara fisik dan emosional diketahui lebih rentan mengalami stress dan depresi. Menjadikan anak berpusat pada mengatasi emosi negatifnya dan membutuhkan lebih banyak hiburan. Tak heran bila mereka terkesan abai pada lingkungan sekitar, tak peduli, dan asyik pada dunianya. Ketika dihadapkan pada tugas atau kegiatan yang menantang, mereka mudah menyerah dan putus asa.

Cerdas Emosional

Orang tua memiliki peranan yang sangat besar dalam mengembangkan kompetensi emosional pada anak. Anak yang kompeten secara emosional memiliki karakter berikut;

1) Memiliki pemahaman emosional yang lebih baik.

Kemampuan ini dibutuhkan untuk kelak mampu membicarakan perasaannya dan berespon secara tepat pada sinyal emosi orang lain.

2) Handal dalam mengelola emosi pribadi.

Kemampuan ini dibutuhkan saat mengatasi emosi-emosi negatif, seperti saat merasa sedih, marah, kecewa, atau cemas.

3) Memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam memahami emosi pribadi dan orang lain dalam wujud empati.

Kemampuan berempati memungkinkan anak memiliki kepekaan yang tinggi akan rasa kasih sayang pada orang lain. Menjadikan mereka berhati besar, selain tanggap dan peduli. Di dalam Psikologi diketahui bahwa kompetensi emosional berkembang dengan pesat di enam tahun pertama kehidupan anak.

PR Orang Tua Di Tiga Tahun Pertama Kehidupan Anak

Perkembangan kemampuan berbahasa di usia 2-3 tahun dan perkembangan konsep diri di usia 2-3 tahun mendukung perkembangan emosi pada anak. Itu sebab peran orang tua, khususnya ibu, di usia 2-3 tahun penting agar anak mampu mengembangkan pemahaman emosional yang lebih baik. Ya, sejumlah data riset menunjukkan ibu lebih banyak melibatkan ekspresi kasih sayang dan ekspresi berbahasa dalam pengasuhannya. Ekspresi kasih sayang menjadikan pengasuhan dihayati hangat oleh anak. Ekspresi berbahasa memudahkan anak belajar mengenal dan mendeteksi emosi dengan tepat.

Rekomendasi bagi ibu dengan anak di usia 2-3 tahun pertama adalah melibatkan lebih banyak penggunaan “emotion word”, seperti; senang, marah, sedih, cemas, khawatir, suka, dan bahagia. Tentu saja melalui kegiatan sehari-hari antara lain dalam kegiatan berbicara dan bermain. Dalam percakapan sehari-hari, menanyakan apa yang dirasakan anak menjadikan komunikasi mencapai kedalaman hingga tingkat pemahaman emosi. Misalnya; “kamu senang Nak?” atau “hey, kamu menangis, kamu sedih sekali ya? Apa yang membuatmu sedih?” Atau melalui kegiatan bermain, dengan menggunakan boneka jari hingga panggung boneka selain melalui kegiatan menyanyi bersama. Ibu dapat menggunakan lagu yang mengandung perasaan tertentu didalamnya, “meletus balon hijau, hatiku sangat kacau.” Atau “di sini senang, di sana senang..”

Kecerdasan emosional penting bagi keberhasilan anak dalam membina pertemanan dengan teman sebaya dan dalam perkembangan kesehatan mental secara keseluruhan. Anak yang terampil memahami emosinya kelak akan mudah belajar memahami emosi teman sebaya. Anak yang handal memahami emosi pribadinya akan lebih handal dalam bermain pura-pura yang menjadi ciri perkembangan kemampuan kognitif pada anak usia dini. Mereka juga akan lebih handal dalam mengatasi emosi negatif sehingga tak mudah menyerah dan mampu bertahan meski saat dihadapkan pada situasi yang tak terlalu menyenangkan.

Kecerdasan Emosional Dasar Bagi Kecerdasan Sosial

Di dalam buku-buku besar tumbuh kembang seringkali disebutkan bahwa sejak usia 2 hingga 6 tahun anak sudah tumbuh menjadi makhluk sosial yang kompleks. Mereka sudah lebih peka dalam memahami perasaan orang lain dan memahami situasi yang ada. Kepekaan pada orang lain dan tanggap dalam memberikan bantuan sudah berkembang sejak usia dua tahun. Aksi yang mencerminkan kecerdasan sosial. Tahukah Anda, kecerdasan sosial merpakan karakter yang dibutuhkan bagi si kecil untuk berhati besar? Ada sejumlah kegiatan yang dapat dilakukan orang tua agar karakter Si Kecil Berhati Besar dapat dikembangkan pada anak sejak dini. Tentu saja dalam bentuk kegiatan yang menyenangkan dan disukai anak.

1) Orang tua memberi kesempatan pada anak untuk menampilkan berbagai aksi tangggap pada orang lain, seperti melibatkan anak dalam membantu mengerjakan tugas-tugas rumah tangga sederhana di rumah. Misalnya dengan membantu ibu mengambil jemuran, turut menyiapkan perlengkapan mandi adik, hingga menyiapkan meja makan. Tentu saja orang tua harus lebih dulu menjadikan dirinya model perilaku bagi anak. Dengan memberikan contoh bagaimana ayah dan ibu saling peka dan tanggap satu sama lain. Ayah yang siap membantu ibu membawakan barang belanjaan atau ibu yang membukakan pintu bagi ayah yang pulang dari kantor dapat menjadi contoh kecil bagi anak agar kelak mengembangkan kepedulian yang sama.

2) Mentransfer nilai-nilai dalam bentuk diskusi sesuai usia anak. Tentu saja kegiatan ini umumnya dilakukan saat membaca cerita atau menonton film dimana ayah dan ibu daat memberikan pandangan mereka danmenggali pandangan anak tentang aksi-aksi tanggap dan peduli pada orang lain yang ada pada tayangan. Hey, anak yang berhati besar akan mudah peka pada apa yang mereka lihat meski hanya melalui film.

3) memberikan reinforcement atas perilaku prososial yang ditampilan anak; seperti pujian secara verbal bahwa ia sudah melakukan aksi hebat dari anak-anak yang berhati besar. Pujian merupakan penguat sosial yang tepat diberikan pada anak agar kelak cenderung mengulangi aksi yang sama.

Hanya si kecil yang berhati besar kelak mampu menghadapi tantangan kehidupan dalam lingkungan sosial khususnya mampu bekerja sama, menjalin relasi saat belajar, dan terkoneksi dengan orang disekitarnya. Lebih penting, membawa perubahan yang baik bagi sesama. 

|||



 
alt

Kenali apa itu

Kalkulator Nutrisi

Cek nutrisi si Kecil yuk! Sudah sesuaikah dengan kebutuhannya?

Artikel Terkait